Bukan hanya Ciliwung, Sungai Kalimetro yang membelah Kota Malang dari Utara ke Selatan di sisi Barat pun, kini mulai terancam sampah plastik. Sungai yang masih tampak jernih, mulai terlihat sampah plastik hanyut di sejumlah tempat. Sampah-sampah itu bahkan sampai menyangkut di ranting ranting pohon sekitar Sungai Kalimetro.
Puluhan penggiat lingkungan seperti Ecoton, Envigreen Society, Paragon Technology And Innovation, River Warrior, Brigade Evakuasi Popok melakukan kegiatan Bersih Sungai dan Brand audit di sungai ini, Sabtu (28/5/2022) lalu.
Kegiatan ini dilakukan guna mengetahui dan mengidentifikasi sampah yang ada di Kali Metro dan produk apa saja yang paling berkontribusi dalam pencemaran sampah. Hasilnya, terdapat 5 produsen penyumbang pencemaran sampah di Kali Metro ini.
Dari kegiatan ini berhasil dievakuasi 10 karung sampah dengan berat 103.5 Kg. Dengan Komposisi sampah : 52% Plastik Sachet Dan Kresek, 48% Sampah Pakaian dan Kain Bekas. Setelah melakukan menimbangan dan penghitungan sampah, ditemukan 5 top brand yang sudah menjadi konsumsi rutin masyarakat sekitar seperti Unilever 32%, Wings 24%, Indofood 20%, Garuda Food 12% Dan Siantar Top 12%.
Koordinator Envigreen Society, Alaika Rahmatullah mengatakan bahwa produsen adalah pihak yang seharusnya paling bertanggung jawab atas produk yang dihasilkannya sesuai dalam amanat pasal 15 Undang Undang 18 Tahun 2008 bahwa setiap produsen harus mencantumkan label atau tanda yang berhubungan dengan pengurangan dan penanganan sampah pada kemasan dan/atau produknya.
“Sebab, sampah plastik akan memunculkan dampak kerusakan ekosistem sungai jika tak segera diatasi. Terlebih, sampah plastik memiliki potensi besar mencemari air sungai setelah terdegradasi menjadi mikroplastik,” katanya.
Staf Edukasi Ecoton, Rafika Aprilianti menambahkan bahwa mikroplastik memiliki senyawa yang mampu mengganggu kehidupan biota di sungai. Selain itu, manusia yang mengonsumsi air sungai yang tercemar mikroplastik juga akan membawa dampak pada kesehatannya.
“Mikroplastik itu memiliki senyawa berbahaya seperti bispenol A dan phthalate. Kedua senyawa tersebut sebagai pengganggu hormon dalam organisme,” ucap Rafika.
Rafika juga menjelaskan, mikroplastik mempunyai ikatan terbuka secara kimia. Oleh karenanya, mikroplastik bisa mengikat senyawa berbahaya di lingkungan seperti timbal, logam berat, pestisida, deterjen dan lain sebagainya.
“Secara fisik, jika senyawa pengganggu hormon (phthalate dan bisphenol) masuk dan menggores sel-sel yang ada di dalam tubuh, maka bisa memicu menstruasi dini dan kanker,” jelasnya.
Lebih lanjut, baik Alaika maupun Rafika berharap agar permasalahan sampah plastik di sungai segera teratasi. Adanya peran pemerintah dalam membuat peraturan pengurangan penggunaan plastik sekali pakai dan membangun sarana serta prasarana penampungan, pengangkutan sampah merupakan hal yang penting untuk diwujudkan. Agar masyarakat lebih bijak dalam mengelola sampah serta memilah sampah yang mereka hasilkan. (kia)