Sudah dua pekan TPA Sarimukti yang menampung sampah di sekitar Bandung Raya terbakar. Diketahui penyebab awal kebakaran akibat puntung rokok yang dibuang sembarangan, namun indikasi lain menyebutkan adanya akumulasi gas metana yang memperparah kejadian tersebut hingga api tak kunjung padam sampai hari ini.
Di tengah darurat sampah di Bandung Raya, Ngadaur mencoba untuk membantu selesaikan masalah menumpuknya sampah organik di Kota Bandung. Salah satu pendekatan yang diambil oleh komunitas ini adalah dengan memanfaatkan larva lalat hitam atau Maggot Black Soldier Fly (BSF) untuk mengurai sampah organik dari sektor HOREKA (Hotel, Restoran, Kafe) menjadi sumber daya yang bernilai.
Saat ditemui AZWI beberapa hari lalu, pendiri Ngadaur, Tubagus Ari menceritakan pihaknya mulai kewalahan orderan untuk mengelola organik sejak TPA Sarimukti terbakar. Hal ini dipicu karena tak ada lagi pengangkutan sampah. Padahal menurutnya, jika sejak awal Pemerintah menyadari hal ini dan segera berbenah dari metode pengelolaan sampah kumpul angkut buang, hal seperti ini tidak akan terjadi.
“Kami sebenarnya sudah kewalahan juga, karena kapasitas kami bisa tampung perharinya 5-6 ton perhari. Sedangkan sekarang permintaannya lebih, dan sudah mulai over. data food waste terbaru di Kota Bandung itu mencapai 1.389 ton per hari. Ngadaur enggak sanggup,” ujar pria yang akrab disapa Kang Ari ini.
Kang Ari menjelaskan, banjirnya orderan untuk mengelola sampah organik ini, kata Ari, menjadi bukti sudah saatnya masyarakat dan pemerintah tidak lagi bergantung pada TPA dan harus beralih dengan konsep pengelolaan sampah yang berkelanjutan.
“Sampah organik yang selama ini tidak pernah dilirik. Di Ngadaur, kami jadikan sebagai pakan maggot, kami kelola jadi kompos. Setidaknya kita bisa mengurangi jejak metana, jejak karbon, membuka lapangan pekerjaan, inilah saatnya,” jelasnya.
Pemerintah Pusat dan Daerah seharusnya sejak awal memberikan perhatian serius terhadap kondisi TPA di Indonesia. Kebakaran TPA dapat dicegah dan tidak terjadi berulang dengan membenahinya menjadi sistem controlled dan sanitary landfill. Biaya yang dikeluarkan akibat kebakaran TPA bisa jadi jauh lebih besar dibandingkan biaya pembelian tanah tutupan harian atau mingguan. Selain itu biaya dan dampak kesehatan terhadap warga yang berisiko (populations at risks) juga tinggi.
Kang Ari menegaskan, dengan banyaknya timbulan sampah yang dihasilkan setiap harinya, tentunya tidak akan bisa diselesaikan sendiri. Pihaknya berharap agar ada perhatian serius dari Pemerintah untuk segera mengambil langkah agar masyarakat mengelola sampah organiknya secara mandiri.
“Kami terus lakukan sosialisasi juga dengan banyak berjejaring, ini krusial dan masalah bersama, karena semakin banyak yang mengetahui, semakin banyak yang bisa mengolah,” tegasnya.
Ngadaur yang berlokasi di Udjo Ecoland adalah contoh inspiratif bagaimana pendekatan inovatif dapat mengubah sampah menjadi sumber daya yang berharga. Dengan memanfaatkan potensi maggot, menghadirkan solusi yang berkelanjutan dalam mengelola sampah organik dari sektor HOREKA di Kota Bandung. Diharapkan bahwa inisiatif semacam ini akan semakin banyak diadopsi di berbagai wilayah untuk mewujudkan lingkungan yang lebih bersih, sehat, dan lestari.