SOLO – Pernahkah kita tersadar bahwa sampah merupakan salah satu faktor perubahan iklim terjadi di dunia khususnya di Kota Surakarta? Produksi sampah adalah hal yang tidak dapat terlepas dari kehidupan sehari-hari, tenyata dapat menyumbang peningkatan panas dunia. Sekitar 300 ton sampah dihasilkan oleh masyarakat Surakarta setiap harinya yang menumpuk di TPA Putri Cempo.
Tumpukan sampah yang menggunung menyumbang dampak negatif pada lingkungan. Kondisi penumpukan ini ditandai dengan banyaknya Tempat Pembuangan Akhir (TPA) dalam keadaan overload. Sementara itu, adanya tumpukan sampah yang didominasi oleh sampah organik tersebut menghasilkan gas metana. Gas ini merupakan salah satu gas rumah kaca yang memberikan potensi pemanasan global yang lebih tinggi daripada gas CO (carbon monoksida).
Berbagai peran dapat kita lakukan untuk mengurangi produksi gas methan di Indonesia khususnya di Kota Surakarta. Berdasarkan data DLH Kota Surakarta bahwa timbulan sampah yang masuk kedalam TPA Putri Cempo ±300 ton perhari dan 60% diantaranya merupakan sampah organik. Pembusukan dari sampah organik yang terus menerus menumpuk merupakan penghasil gas methana. Peran masyarakat dapat dilakukan secara mandiri maupun kelompok dengan mengurangi produksi sampah yang kita hasilkan.
Melihat demografis Surakarta yang memiliki 37% jumlah penduduk adalah anak muda (10-35 tahun) atau pada angka 194.485 jiwa. Angka tersebut tentu memiliki peran besar terutama pada banyaknya sampah maupun peran yang dapat ditingkatkan dalam mengelola sampah. Oleh karena itu, Gita Pertiwi dan Walhi sebagai lembaga yang memilki fokus pada isu lingkungan mendorong peran anak muda melalui berbagai hal di Urban Social Forum 10.
Event tahunan yang digelar oleh Yayasan Kota Kita ini diselenggarakan selama dua hari (9-10 Desember 2023) di SMPN 10 Surakarta dan Lokananta. Berbagai rangkaian acara dilakukan di hari pertama dengan dibukanya booth pameran edukasi untuk semua usia mengenai jenis plastik, bahaya pembakaran sampah hingga games berhadiah. Selain itu, panel diskusi juga dilakukan dengan melibatkan berbagai narasumber dari Universitas Sebelas Maret (UNS), Dinas Lingkungan Hidup Kota Surakarta, serta pemuda penggiat bank sampah.
“Sebenarnya minat kaum muda dalam pengelolaan sampah cukup besar. Buktinya banyak inisiasi dari anak muda yang tertuang dalam ratusan judul penelitian dan pengabdian masyarakat. kita harus terus mendukung dan melibatkan mereka,” ujar Widiyanto, Dosen Fakultas Pertanian UNS sebagai narasumber.
Dalam panel diskusi yang diikuti oleh 25 orang ini, membahas mengenai peran anak muda dalam pengelolaan sampah di perkotaan. Inisiasi yang baik dari kaum muda juga diceritakan oleh Basuki sebagai penggiat maggot BSF (Black Soldier Fly) untuk sampah organik yang berhasil direduksi dari bank sampahnya hingga 300 kg setiap harinya. Selain itu dari DLH, Kepala Subbag TU UPTD Pengelolaan TPA Putri Cempo, Sapto, menerangkan bahwa pemerintah mulai melibatkan anak muda dalam pengelolaan sampah dalam beberapa kampanye di media sosial.
Tidak hanya panel, di hari kedua acara berlanjut dengan diskusi dan pemutaran film berjudul “Menuju Zero Waste”. Kegiatan ini berlangsung di Lokananta serta diikuti oleh 90 peserta. Antusiasme juga ditunjukkan dari banyaknya audiens yang memberikan feedback pada film dan diskusi dengan narasumber berasal dari Walhi, Dekan Unika Soegijapranata, Ketua Pemulung TPA Putri Cempo, dan Walhi Jateng.
Tidak sekadar diskusi, kegiatan ini juga mengkampanyekan berbagai bahaya apabila sampah tidak terkelola dan berakhir pada Tempat Pembuangan Akhir dimana trend PLTSA sedang dibangun. “Kita baru juga tau pengelolaan sampah menggunakan PLTSA yang ternyata solusi tersebut dampak positifnya ga terasa dan kita seperti dibuai merasa ada solusi nyatanya malah banyak dampak negatifnya” ujar nadia salah satu peserta diskusi Menuju Zero Waste.
Rangkaian kegiatan ditutup dengan pembagian hadiah kepada peserta dengan pertanyaan paling menarik dan foto bersama. (Gita Pertiwi)