“Indonesia bukan situs pembuangan global, berhenti mengekspor sampah plastik ke Indonesia,” begitulah kira-kira kalimat penggugah yang disampaikan Aeshnina Azzahra, gadis Gresik yang tampil di Plastik Health Summit 2021 di Belanda beberapa pekan lalu.
Gadis yang akrab disapa Nina tersebut bukanlah anak muda yang baru bergelut dalam isu lingkungan. Dari dulu dia sering diajak Ayah dan Ibunya untuk turut dalam aksi menyuarakan keadilan lingkungan. Dia juga diajak untuk menyusuri sungai dekat rumahnya untuk melihat dampak pencemaran plastik disana.
Tak hanya itu pencemaran di sungai saja, sebagai anak dari pasangan peneliti Prigi Arisandi dan Daru Setyorini, Nina juga banyak berkontribusi dalam menolak sampah impor plastik yang diselundupkan ke negaranya. Sampah plastik tersebut kemudian dibakar untuk bahan baku sebuah pabrik yang tak jauh dari rumahnya.
Nina, memang gadis luar biasa. Apalagi ketika dia berani menyurati para petinggi negara maju yang mengimpor sampah ke Indonesia. Dia juga tak segan-segan berdiskusi dengan mereka.
Dari keberaniannya itulah, akhirnya dia diundang dalam pertemuan tingkat tinggi negara-negara untuk membahas isu lingkungan, termasuk di dalamnya Conference of the Parties (COP26). COP26 adalah sebuah pertemuan yang diinisiasi oleh PBB untuk menekan emisi karbon yang dihasilkan oleh berbagai pihak di seluruh dunia.
Dalam pertemuan tingkat tinggi ini, negara yang hadir memiliki komitmen kuat untuk mencegah perubahan iklim parah. Tak hanya itu, mereka juga melakukan kesepakatan dan negosiasi untuk menentukan target-target pengurangan besar emisi karbon yang dicapai, demi mencegah peningkatan suhu udara agar tidak melebihi 2 derajat pada tahun 2050.
Perjalanan Nina di COP26 dimulai dari Plastik Health Summit di Amsterdam, Belanda, dan berlanjut ke acara COP26 yang berlangsung di Glasgow, Skotlandia. Diundangnya Nina ke pertemuan COP26 ini yakni untuk menyebarluaskan film dokumenter berjudul ‘Girls for Future’ yang digarap oleh seorang sutradara dari Jerman, Irja von Bernstorff.
Film Girls for Future
Film Girls For Future adalah sebuah film yang mengisahkan para anak muda dari berbagai belahan dunia yang berjuang untuk mencegah perubahan iklim di wilayahnya masing-masing. Salah satunya adalah Nina yang ikut terlibat sebagai aktor dalam film tersebut.
Latar belakang Nina bergabung dalam film tersebut yakni sejak Irja von Bernstroff datang ke Indonesia dua tahun lalu sebelum pandemi covid-19 melanda. Dia mengetahui Nina setelah membaca media internasional, dimana berita tersebut memberitakan Nina yang berkirim surat kepada Presiden Donald Trump. Kemudian Irja mengontak Nina dan mengutarakan keinginannya untuk membuat film dokumenter.
“Hal ini juga karena dia ingin memastikan negaranya tidak mengekspor sampah ke Indonesia, atau berhenti mengekspor sampah ke Indonesia. Makanya dia mengupayakan supaya Nina bertemu dengan duta besar Jerman yang berlangsung pada bulan Desember 2019,” ujar Founder ECOTON, Daru Setyorini dalam AZWI Talk #18 beberapa waktu lalu.
Daru menjelaskan, peran Nina dalam film tersebut untuk menceritakan tentang kondisi sampah impor yang diselundupkan oleh negara maju ke Indonesia. Tak hanya itu, Nina juga menggambarkan bagaimana perjuangannya menolak impor sampah yang mencemari lingkungan di desa yang tidak jauh dari tempat tinggalnya di Gresik.
Film ini menjadi perhatian kalangan berbagai negara. Tak heran, tepat pada 8 November 2021 kemarin, film ‘Girls for Future’ resmi tayang di Cinema, Center of Contemporary Arts, Inggris. Pemutaran ini adalah rangkaian acara resmi dari COP26.
“Film ini bisa ditonton bersamaan dengan event yang akan dilakukan ECOTON. Rencana film Girls for Future akan diluncurkan pada platform Youtube, namun belum ada kepastian informasi. Maka dari itu selalu update informasi melalui media sosial ECOTON ya,” tambah Daru.
Apa saja yang dilakukan Nina menjelang COP26?
Menjelang COP26, ternyata Nina tak mau buang-buang kesempatan selama di sana. Dia bersama ECOTON melakukan kegiatan di Amsterdam seperti mengambil sampel air di sungai, berkunjung ke tempat-tempat yang berupaya mengatasi perubahan iklim seperti
“Kami mengambil sampel di sungai untuk mengecek apakah terdapat mikroplastik disana. Lalu kami berkunjung ke Universitas Groningen untuk mengetahui upaya apa saja yang telah dilakukan dalam mencegah perubahan iklim. Dan kami juga ikut ke kampanye-kampanye mengenai lingkungan,” kata Nina dalam kesempatan yang sama.
Selain itu, Nina juga mengirimkan surat kepada Perdana Menteri Belanda, Mark Rutte. Dalam surat tersebut Nina menekankan agar Belanda menghentikan ekspor sampah ke Indonesia. Sebab menurutnya, hal tersebut sangat mencemari lingkungan Indonesia. Bak gayung bersambut, Nina mendapatkan tanggapan positif. Mark mendukung dan akan membantu Indonesia terbebas dari sampah impor.
Dari surat yang sudah Nina kirimkan ke berbagai petinggi negara, negara-negara lain juga ikut membuat regulasi, seperti salah satunya memperketat area pelabuhan. Dari hal ini Nina bisa mengedukasi dan memberitahukan kepada semua orang yang ada di dunia, dan kemana sampah mereka berakhir.
“Langkah selanjutnya saya yakni ingin mendorong pemerintah Indonesia ikut tersadar dan peduli terhadap isu lingkungan, diharapkan pemerintah bisa membuat regulasi dan Khususnya kepada Pak Presiden Joko Widodo bisa mengambil tindakan tegas terkait sampah dari luar negeri yang dibuang ke Indonesia,” pungkasnya. (Cindy/Kia)