Siapa yang tak kenal Nadine Chandrawinata? Nadine merupakan artis yang pernah menjadi putri Indonesia 2005 sekaligus seorang pegiat lingkungan hidup. Kepedulian Nadine pada isu lingkungan semakin menguat ketika ia mulai bergerak komunitas Seasoldier lima tahun silam. Nadine mendirikan Komunitas Seasoldier bersama rekannya, Dini, pada 25 Maret 2015. Komunitas ini berfokus pada kampanye penyelamatan ekosistem laut dari berbagai ancaman seperti sampah, perusakan terumbu karang, dll.
Rabu malam (20/1/2021), Aliansi Zero Waste Indonesia (AZWI) berkesempatan berbincang bersama Nadine dan Dini pada program AZWI Talk edisi keempat melalui platform Instagram Live dengan tema obrolan “Pesisir Laut Penuh Sampah, How Should We Act?”. Siaran ini dipandu oleh Vancher Dipatiukur, Staf Komunikasi AZWI.
Nadine memulai perbincangan dengan bercerita sejarah berdirinya komunitas Seasoldier. Ia dan dini membentuk komunitas Seasoldier sebagai bentuk keprihatinan atas tingginya angka pencemaran sampah di Indonesia. Sebagai seorang divers yang senang menyelam di kedalaman laut, ia melihat situasi terkini lautan sudah sangat tercemar, terutama oleh sampah plastik.
Bak pucuk dicinta ulam pun tiba, ternyata Dini memiliki kegelisahan yang sama saat Nadine menceritakan keresahannya. Menurut Dini, sudah saatnya manusia bergerak menyelamatkan bumi. Nadine dan Dini akhirnya kompak menyebarkan virus kepedulian lingkungan melalui gerakan Seasoldier.
“Kenyataannya memang negara kita peringkat kedua penyumbang sampah di laut, nah bagusnya saat ini permasalahan lingkungan itu sudah diangkat ke permukaan, sudah banyak yang membicarakan, banyak yang peduli, bukan hanya sekedar sharing soal permasalahan tapi juga mencoba mencari solusi,” ujar Nadine.
Nadine mengaku saat ini Sea Soldier sedang fokus mengkampanyekan ‘Self Action’ sebagai bentuk dukungan penyelamatan lingkungan. Katanya, perubahan memang harus dimulai dari diri sendiri meski itu hanya pergerakan yang kecil.
Senada dengan pernyataan Nadine, Dini menyebut permasalahan lingkungan memiliki kompleksitas yang sangat tinggi. Hal ini karena masih banyak aspek lain yang harus tumbuh seperti ekonomi, kesehatan, dan pendidikan. Semua aspek tersebut harus berjalan beriringan.
“Pertarungan yang paling susah itu terhadap diri sendiri, kepada komitmen yang dibuat. Kita gak bisa mengandalkan pemerintah saja, inilah yang disebut Self Action, aksi diri atau kegiatan diri yang berkaitan dengan kemampuan menyatakan ide-ide sendiri,” papar Dini.
Maksud dari Self Action itu juga dijelaskan oleh Nadine dalam bentuk yang sederhana. Misalnya, seorang pelukis bisa menggambarkan keadaan lingkungan saat ini, atau seorang penyanyi yang menciptakan lagu bertema lingkungan. Saat ini adalah waktunya anak muda untuk menggali potensi mereka. Dia percaya bahwa anak muda memiliki banyak ide-ide luar biasa yang bisa digunakan untuk lingkungan.
“Anak muda bisa lebih ekspresif, ini waktunya. Bagaimana juga kita itu part of nature, apapun yang kita lakukan juga bersinggungan dengan lingkungan,” jelas Nadine.
Lebih lanjut Nadine dan Dini berharap para anak bangsa tidak takut berbuat sesuatu dengan lingkungan. Bagi mereka, lebih baik salah daripada tidak melakukan apa-apa alias menjadi kaum rebahan di rumah. Sebab, kelak yang menikmati dunia ini adalah anak-cucu kita. Kita harus mewariskan kebaikan, termasuk hak hidup atas lingkungan hidup yang bersih dan sehat.
“Jangan pernah takut untuk berbuat sesuatu untuk lingkungan. mendingan salah daripada nggak ngapa-ngapain sama sekali, coba start act dari sekarang,” pungkasnya. (Kia)