Penulis: Muhammad Nadhif Kurnia
Isu sampah saat ini telah menjadi perbincangan keseharian kita. Dikutip dari detik.com, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya, menyatakan bahwa total timbulan sampah di Indonesia pada tahun 2020 mencapai 67,8 Juta Ton. Berdasarkan data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada 2017, komposisi sampah di Indonesia berdasarkan jenis didominasi oleh sampah organik dengan persentase sebesar 60 persen, diikuti oleh sampah plastik sebesar 14 persen, dan sebesar 36 persen jenis sampah lain.
Pengelolaan sampah di Indonesia masih sangat konvensional dengan paradigma lama, yakni kumpul, angkut dan buang. Tidak ada proses pemilahan atau pengurangan sampah dari sumber. Sistem pengelolaan sampah demikian tidak dapat mengurangi volume sampah secara signifikan, pada akhirnya timbunan sampah berakhir dan menumpuk di Tempat Pembuangan Akhir (TPA).
Jumlah timbulan sampah di Indonesia yang setiap tahun terus meningkat merupakan salah satu dampak dari peningkatan pola konsumsi masyarakat. Kegiatan konsumsi barang dan jasa dari produsen baik manufaktur, ritel dan makanan minuman yang menggunakan kemasan atau bahan plastik berkontribusi sangat signifikan pada masalah pencemaran sampah plastik baik di kawasan permukiman maupun ekosistem lingkungan.
Sampah Plastik dari Produsen sebagai Akar Permasalahan
Saat ini, produk yang diperjualbelikan umumnya tidak bisa lepas dari plastik, terutama perusahaan yang bergerak di bidang fast moving consumer goods (FMCG). Berdasarkan laporan Greenpeace yang berjudul “Throwing Away The Future: How Companies Still Have It Wrong on Plastic Pollution “Solutions”” terdapat sebanyak 855 miliar kemasan sachet berbahan plastik dijual secara global selama 2018, dengan Kawasan Asia Tenggara memegang pangsa pasar sebesar 50 persen.
Peningkatan jumlah sampah plastik setiap tahun naik drastis. Menurut penulis, akar dari permasalahan ini adalah produsen yang masih terus menggunakan bahan plastik pada produk mereka. Selama ini, permasalahan sampah masih dibebankan hanya pada tanggung jawab konsumen. Sementara pihak produsen masih nyaris tak tersentuh kewajiban untuk bertanggung jawab atas produk yang mereka hasilkan. Ketimpangan tanggung jawab semacam ini harus segera diruntuhkan.
Pada awal tahun 2021, Break Free From Plastic (BFFP) mengeluarkan data hasil brand audit 2020. Pada laporannya, sejumlah korporasi besar global masuk dalam daftar 10 korporasi penyumbang sampah plastik terbesar di dunia. Adapun peringkat 3 besar terdiri dari, Coca-Cola Group (tersebar di 51 negara dengan 13.834 plastik), Pepsico Group (tersebar 43 negara dengan 5.155 plastik), dan Nestle Group (tersebar di 37 negara dengan 8.633 plastik). Data tersebut terekam dari pelaksanaan brand audit sampah di 55 negara yang dilakukan oleh jejaring BFFP. Di Indonesia sendiri, berdasarkan laporan BFFP, sampah plastik yang paling banyak ditemukan dalam kegiatan brand audit berasal dari Danone (1052), Wings Food (552), dan Mayora Indah (492).
Berdasarkan laporan Greenpeace, sejauh ini belum ada korporasi di bidang FMCG yang benar-benar berkomitmen mengurangi timbulan sampah plastik dari produk yang mereka hasilkan. Dengan demikian, penggunaan material plastik dari produsen perlu mendapatkan perhatian lebih serius oleh semua pihak, terutama pemerintah.
Peta Jalan Pengurangan Sampah oleh Produsen di Indonesia
Pemerintah sebenarnya telah memiliki landasan hukum yang mengatur pengurangan sampah produsen terutama sampah yang sulit diurai dan tidak dapat diguna ulang, seperti kemasan plastik. Dasar hukum tersebut yakni Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 75 Tahun 2019 tentang Peta Jalan Pengurangan Sampah oleh Produsen yang mengatur pengurangan sampah oleh produsen dari 2020-2029. Peraturan ini merupakan turunan dari UU Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah seperti dimandatkan dalam pasal 15.
Pengurangan timbulan sampah oleh produsen ini dilakukan melalui penggunaan bahan produk dari material yang mudah diurai, pendaur ulangan sampah, dan pemanfaatan kembali sampah yang wajib dilakukan. Selain itu, dalam rangka pendaur ulangan sampah, dan pemanfaatan kembali sampah harus diiringi dengan penarikan kembali sampah yang disertai dengan penyediaan fasilitas penampungan.
Tak cukup pada penggunaan material yang tepat, produsen memiliki kewajiban untuk melakukan perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, evaluasi, dan laporan dalam rangka pengurangan sampah yang dihasilkan oleh produsen. Selain itu, produsen memiliki kewajiban untuk melakukan edukasi kepada konsumen agar turut berperan dalam pengurangan sampah. Pemerintah juga dapat memberikan penghargaan dan juga publikasi kinerja tidak baik (naming and shaming) kepada produsen.
Permen LHK 75/2019 sebagai Peluang
Permen Nomor 75 Tahun 2019 merupakan upaya pemerintah mengurangi volume sampah di Indonesia. Peraturan ini mengatur tanggung jawab produsen atas produknya, mulai dari perencanaan pengurangan sampah, pelaksanaan, evaluasi dan pelaporan. Permen tersebut merupakan salah satu implementasi Extended Producers Responsibility (EPR) yang selama ini belum dijalankan oleh produsen.
Permen ini dapat menjadi peluang menekan jumlah timbulan sampah yang dihasilkan produsen. Ketegasan pemerintah pada produsen sangat diperlukan agar produsen bertanggung jawab dengan sampah yang dihasilkan. Dengan begitu, alih-alih pemerintah fokus pada penanganan sampah melalui solusi end of pipe, maka lebih baik pemerintah berfokus pada pengurangan sampah dari sumber seperti dari produsen.
Selama ini, narasi pengurangan dan penanganan sampah masih terfokus pada konsumen dan pemerintah, seperti mendorong perubahan perilaku konsumen melalui gerakan pilah sampah, pemakain kantong belanja ramah lingkungan, dan kebijakan larangan dan atau pembatasan plastik sekali pakai. Satu pihak lain yaitu kelompok industri masih business as usual.
Ditengah minimnya kontribusi produsen dalam pengurangan sampah, ada beberapa kelompok industri yang menjalankan praktik baik tanggung jawab produsen atas produknya. Salah satunya adalah The Body Shop. Perusahaan ini memiliki program bernama Bring Back Our Bottles (BBOB) yang mengajak konsumen mengembalikan kemasan kosong dari produk The Body Shop guna di daur ulang.
Praktik baik sebagai bentuk pertanggungjawaban produsen seperti The Body Shop dan beberapa pelaku usaha lain patut diapresiasi. Tentu melalui Permen LHK Nomor 75 Tahun 2019, harapannya semakin banyak produsen yang berkontribusi melakukan pengurangan sampah kemasan produk sesuai dengan peta jalan yang ditetapkan.
Jalan Terjal Permen LHK 75/2019
Melalui Peta Jalan Pengurangan Sampah oleh Produsen, pemerintah menargetkan pengurangan sampah sebesar 30 persen pada 2030 mendatang. Target pengurangan tersebut dilakukan secara bertahap (phase out) dengan mekanisme pelarangan penggunaan jenis material tertentu di sektor industri ritel, manufaktur dan jasa makanan minuman. Pelaksanaan bertahap, objek permen yang belum menyasar industri petrochemical, target pengurangan kurang ambisius hingga target implementasi yang cukup lama menjadi tantangan tersendiri bagi kesuksesan Permen LHK 75/2019.
Tantangan lain yang dihadapi adalah peningkatan produksi sampah plastik di Indonesia yang justru terus dinaikkan. Data World Economic Forum (WEF) menyebut produksi sampah plastik di Indonesia tumbuh dari 6,8 juta ton pada 2017 dan akan menjadi 8,7 juta ton di tahun 2025. Hal tersebut kontradiktif dengan upaya pengurangan sampah produsen yang notabene merupakan pasar utama industri petrochemical sebagai bahan baku produk dan kemasan plastik.
Dikutip dari bisnis.com, Direktur Pengembangan Bisnis Asosiasi Industri Plastik Indonesia (INAPLAS), Budi Susanto mengatakan pengimplementasian Permen LHK 75/2019 ini tidak akan menggerus konsumsi bahan baku plastik murni (virgin) karena pada 2025 ada peningkatan permintaan industri plastik nasional menjadi 8 juta ton pada 2025. Dengan begitu, tidak ada usaha pengurangan atau menggunakan bahan baku ramah lingkungan oleh produsen.
Daftar Pustaka
2019, Jumlah Sampah di Indonesia capai 64 Juta Ton. Diakses dari https://techno.okezone.com/read/2020/06/09/56/2226704/2019-jumlah-sampah-di-indonesia-capai-64-juta-ton
Arief, Andi M. 2020. Komposisi Plastik Daur Ulang Ditambah, Ini Respons Inaplas. Diakses dari https://ekonomi.bisnis.com/read/20201227/257/1335793/komposisi-plastik-daur-ulang-ditambah-ini-respons-inaplas
Azzahra, Tiara Aliya. 2020. Menteri LHK: Timbunan Sampah di Indonesia Tahun 2020 Capai 67,8 Juta Ton
BFFP. 2020. Branded vol III: Brand Audit 2020. diakses dari https://www.breakfreefromplastic.org/wp-content/uploads/2020/12/BFFP-2020-Brand-Audit-Report.pdf
Bring Back Our Bottle. Diakses dari https://www.thebodyshop.co.id/stories/bring-back-our-bottle
Greenpeace. 2019. Throwing Away The Future: How Companies Still Have it Wrong on Plastic Pollution “Solutions”. diakses dari https://www.greenpeace.org/usa/wp-content/uploads/2019/09/report-throwing-away-the-future-false-solutions-plastic-pollution-2019.pdf
World Economic Forum. 2020. Laporan Mendalam: Mengurangi Polusi Plastik Secara Radikal di Indonesia: Rencana Aksi Multi Pemangku Kepentingan. Diakses dari https://www.systemiq.earth/wp-content/uploads/2020/05/NPAP_Indonesia_Action_Roadmap_BahasaLow-1.pdf
Profil Penulis
Muhammad Nadhif Kurnia adalah mahasiswa Ilmu Politik Universitas Brawijaya angkatan 2018. Ia sedang menempuh proses magang di WALHI Nasional dengan konsentrasi isu persampahan.