Jakarta, 17 Juli 2019. Pada Kamis, 23 Mei 2019, Mahkamah Agung (MA) melalui Putusan Nomor 29 P/HUM/2019 memutuskan menolak permohonan keberatan hak uji materi dari Asosiasi Daur Ulang Plastik Indonesia (ADUPI), CV Cahya Jaya, dan PT Hartono Sinar Cemerlang Plasindo. MA memutuskan bahwa Peraturan Gubernur Bali No. 97 tahun 2018 tentang Pelarangan Plastik Sekali Pakai sesuai dengan peraturan yang lebih tinggi.
“Upaya menghindari plastik sekali pakai adalah langkah konkret pengurangan sampah plastik sesuai UU Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, yang dilakukan dengan cara melarang, dan/atau membatasi produksinya, distribusinya, penjualannya, dan/atau pemakaiannya,” ungkap Tiza Mafira, Direktur Eksekutif Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik.
Hal ini sesuai dengan asas desentralisasi sesuai UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah dimana pemerintah daerah memiliki wewenang membuat kebijakan daerah untuk mengatur urusan pemerintahannya sendiri.
“Penetapan Kebijakan Pelarangan Plastik Sekali Pakai di Provinsi Bali memiliki dasar hukum yang kuat, yakni delegasi dari PP No 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 5 Tahun 2011 yang intinya meminta Gubernur Bali untuk mengatur soal pembatasan timbulan sampah melalui Peraturan Gubernur. Ini merupakan peluang bagi gubernur lainnya yang memiliki komitmen kuat seperti Bali untuk mengeluarkan peraturan yang sama. Syukur-syukur kalau pemerintah pusat juga menjajaki hal serupa,” jelas Henri Subagiyo, Direktur Eksekutif Indonesian Center for Environmental Law (ICEL).
“Putusan ini memberikan dukungan hukum yang sangat berarti bagi upaya pengurangan sampah plastik di Indonesia,” ujar Andri Gunawan Wibisana, Dosen Hukum Lingkungan Fakultas Hukum Universitas Indonesia.
Berdasarkan berbagai macam pertimbangan, terbukti bahwa pelarangan kantong plastik, sedotan plastik, dan styrofoam tidak bertentangan dengan UU Pengelolaan Sampah, UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, UU HAM, maupun UU Administrasi Pemerintahan.
“Kami mengapresiasi hakim karena menerapkan hukum hak asasi manusia secara tepat, termasuk mencantumkan pendapat kami dalam amar putusan. Semoga menjadi preseden positif bagi perwujudan lingkungan hidup yang sehat,” ujar Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid.
Dalam siaran pers yang didistribusikan oleh Pemerintah Provinsi Bali disebutkan bahwa dengan Putusan Mahkamah Agung ini maka semua pihak wajib mematuhi dan melaksanakan keseluruhan isi dari Peraturan Gubernur Provinsi Bali No. 97 Tahun 2018 untuk menjaga kesucian dan keharmonisan alam Bali beserta isinya sesuai dengan Visi “Nangun Sat Kerthi Loka Bali” melalui Pola Pembangunan Semesta Berencana menuju Bali Era Baru.
Pemerintah Provinsi Bali dan Krama Bali juga memberikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah menunjukkan komitmen terhadap pelestarian lingkungan alam. Dalam siaran persnya tersebut, Pemerintah Provinsi Bali juga menyebut bahwa pemerintah daerah lain di seluruh Indonesia tidak perlu ragu dan takut untuk membuat regulasi kebijakan untuk mewujudkan alam Indonesia yang bersih, hijau, dan indah.
Putusan ini tentunya menjadi preseden yang baik bagi pemerintah daerah lainnya yang bergelut dengan masalah polusi plastik dan berencana untuk menerbitkan pelarangan plastik sekali pakai.