Jakarta, 28 November 2019 – Laporan awal yang dirilis Nexus3, Ecoton, dan Arnika sebagai jaringan IPEN mengungkapkan temuan yang mencengangkan bagi publik Indonesia: dioksin (1) dengan konsentrasi tertinggi kedua di Asia ditemukan dalam telur ayam buras di Desa Tropodo. Sedangkan telur dari Desa Bangun, mengandung senyawa PFOS (2) yang setara dengan konsentrasi pencemar di kawasan industri Eropa. (3)
Penggunaan sampah plastik sebagai bahan bakar pabrik tahu di Desa Tropodo dan pembakaran terbuka di Desa Bangun merupakan produk akhir dari kegagalan pemerintah dalam mengendalikan impor sampah plastik dan kertas campuran ke Indonesia.
Tanpa kontrol dan regulasi yang ketat dalam mengendalikan dioksin, merkuri, dan bahan-bahan berbahaya dan beracun lainnya, masalah dari dua desa ini akan berkembang ke 12 kota dengan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa). Risiko dan ancaman kesehatan masyarakat dan lingkungan dapat diprediksikan meningkat tajam.
“Penghentian impor sampah plastik harus tercermin dalam kebijakan dan penegakan hukum yang nyata, tidak hanya sekedar jargon,” kata Nur Hidayati, Walhi Eksekutif Nasional. “Pengelolaan sampah di dalam negeri harus ditingkatkan, pembakaran sampah harus dilarang, dan impor sampah harus dihentikan.”
Pembakaran sampah secara terbuka sering ditemukan di semua sudut berbagai kota, termasuk di Tempat-tempat Pembuangan Akhir Sampah, berdampak langsung pada kesehatan masyarakat dan berkontribusi pada peningkatan pencemaran udara.
“Selain pembakaran sampah secara terbuka, masyarakat pun menghadapi potensi dampak pencemaran dioksin yang dihasilkan dari insinerator, pirolisis dan gasifikasi untuk menangani timbulan sampah kota,” kata Yuyun Ismawati, dari Nexus3. “Banyak studi yang menyajikan fakta kaitan antara pencemaran dioksin dengan kasus-kasus kanker berdasarkan pengalaman-pengalaman di Cina, Eropa dan Amerika Serikat.”
Besar dampak pencemaran dioksin dari pembakaran ribuan sampah ton di insinerator di 12 kota akan sangat signifikan dan tidak mungkin dikesampingkan.
“Mempertimbangkan resiko pencemaran dioksin dari insinerator di 12 kota yang signifikan, maka pemerintah harus membatalkan rencana pembangunan PLTSa di 12 kota,” kata Fajri Fadhillah, Kepala Divisi Pengendalian Pencemaran ICEL. “Asas kehati-hatian mendorong pemerintah untuk mencegah terjadinya dampak pencemaran lingkungan hidup”. “UU Pengelolaan Sampah juga meminta pengelolaan sampah dilaksanakan berdasarkan pada asas berkelanjutan di mana pengelolaan sampah tidak menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan masyarakat dan lingkungan,” kata Prigi Arisandi dari Ecoton.
Temuan kandungan dioksin pada telur ayam di Tropodo dan Bangun memberikan pelajaran bahwa informasi resiko pencemaran dioksin dari pembakaran sampah harus disampaikan dengan baik kepada masyarakat.
Maka dari itu, kami menuntut Pemerintah Indonesia untuk:
Mempublikasikan dokumen studi kelayakan dan studi AMDAL rencana pembangunan insinerator di 12 kota kepada masyarakat;Menyampaikan hasil analisis risiko kesehatan masyarakat di sekitar calon lokasi PLTSa kepada publik terutama dari emisi dioksin;Mengoperasikan laboratorium yang dapat menganalisa dioksin sesegera mungkin untuk menekan biaya analisis dioksin dan pencemar organik yang persisten lainnya dan memungkinkan pemantauan POPs secara berkala;Mengubah ketentuan tentang frekuensi pemantauan dioksin dari Pembangkit Listrik Tenaga Sampah dalam PermenLHK No. P.15/2019 dari setiap lima tahun menjadi minimum dua kali dalam setahun; danMenetapkan abu terbang (fly ash) dan bottom ash dari PLTSa 12 kota sebagai limbah B3 sesuai peraturan yang ada dan tidak boleh dibuang ke TPA kota.
Bila kelima poin di atas tidak dapat dilaksanakan, pemerintah harus membatalkan rencana PLTSa dalam Perpres 35/2018.
– SELESAI –
Narahubung: Fajri Fadhilah, ICEL, fajri@icel.or.id, +62 812-8317-4014 Dwi Sawung, WALHI, dsawung@gmail.com, +63 999 412 0029 Yuyun Ismawati, Nexus3, yuyun@balifokus.asia, WA +44 75-8376-8707
Unduh dokumen siaran pers ini ( dan )
Catatan:
[1] Dioksin, terutama Polychlorinated dibenzo-p-dioxins (PCDD) adalah bahan kimia yang diproduksi secara tidak sengaja sebagai produk dari pembakaran yang tidak sempurna, dari proses pembuatan pestisida dan zat terklorinasi lainnya. Selain itu, juga dihasilkan dari dilepaskan ke lingkungan sebagai hasil dari pembakaran limbah rumah sakit, sampah kota, limbah B3, emisi mobil, batu bara, dan kayu. Ada 75 dioksin yang berbeda, tujuh di antaranya dianggap paling berbahaya. Dioksin tertentu ditemukan ada di tanah hingga 10-12 tahun setelah paparan pertama. http://chm.pops.int/TheConvention/ThePOPs/AllPOPs/tabid/2509/Default.aspx
[2] PFOS adalah kelas kimia tertentu yang diproduksi dan terurai secara tidak sengaja dari senyawa yang diproduksi manusia. PFOS digunakan secara luas dalam produk-produk elektronik dan suku cadangnya, busa pemadam kebakaran, pencetakan foto, cairan hidrolika, dan pada tekstil. PFOS sangat persisten di lingkungan dan memiliki sifat bioakumulasi dan biomagnifikasi, terikat dalam protein dalam darah dan hati. PFOS juga dapat berjalan jauh dari sumbernya dan memenuhi kriteria toksisitas Konvensi Stockholm. http://chm.pops.int/TheConvention/ThePOPs/AllPOPs/tabid/2509/Default.aspx
[3] Kadar dioksin di dalam telur di Desa Tropodo 200 pg TEQ/gram lemak dan di Desa Bangun 10,8 pg TEQ/gram lemak, yang keduanya melebihi standar baku mutu dioksin dalam pangan BPOM 2,5 pg TEQ/gram lemak, Total PCDD/F + DL PCBs di Desa Tropodo 560 pg TEQ/ gram lemak dan di Desa Bangun 21 pg TEQ/gram lemak, melebihi standar 5 pg TEQ/gram lemak.