Jakarta, 9 September 2020 Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik (GIDKP), Yaksa Pelestari Bumi Berkelanjutan (YPBB), dan Aliansi Zero Waste Indonesia (AZWI) menyelenggarakan Forum Daerah Bebas Plastik pada tanggal 8-9 September 2020. Kegiatan ini merupakan upaya masyarakat sipil untuk mengapresiasi inisiatif daerah dalam pengurangan timbulan sampah plastik dan penanganan sampah yang berkontribusi pada target nasional dalam mengurangi sampah sebesar 30% pada tahun 2025 dan pengurangan sampah di laut sebesar 70% pada tahun 2025. Kegiatan ini diselenggarakan secara virtual melalui Zoom Webinar dan YouTube.
Sesi Ketiga ini dilaksanakan pada 9 September 2020, pukul 09.00-12.00 WIB dengan sub tema “Solusi Zero Waste Cities Model dalam Upaya Penanganan Sampah” yang dipandu oleh Ria Ismaria sebagai moderator, sambutan oleh Prigi Arisandi, Direktor Eksekutif Ecological Observation and Wetlands Conservation (ECOTON) dan Rofi Al Hanif, Asisten Deputi Pengelolaan Sampah dan Limbah, narasumber oleh Mochamad Ronny, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Cimahi, Kamalia Purbani, Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kota Bandung, dan David Sutasurya, Direktor Eksekutif YPBB dan Satuan Tugas Citarum Harum, penanggap oleh Intan Suci Nurhati, Pusat Penelitian Oseanografi LIPI, dan Ujang Solihin Sidik, Kepala Subdirektorat Barang dan Kemasan Direktorat Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, dan B3 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Selain upaya pengurangan sampah, upaya penanganan sampah juga penting. Model zero waste cities yang dipromosikan oleh YPBB dapat menjawab tantangan dalam penanganan sampah di tingkat kota hingga komunitas terkecil.
“YPBB mempromosikan model zero waste cities sejak tahun 2016 di Kota Bandung, Kota Cimahi, dan Kabupaten Bandung, sebagai solusi untuk mempercepat target penanganan sampah yang dijalankan di masing- masing kota,” ujar David Sutasurya, Direktur Eksekutif YPBB. “Kita tidak bisa meniru pengelolaan sampah di negara-negara kaya karena anggaran pengelolaannya sangat besar. Kita juga tidak bisa mengadopsi teknologinya, karena akan sangat mahal. Negara berkembang harus menemukan model pengelolaan sendiri,” lanjutnya. Konsep Zero Waste Cities diadopsi dari Filipina. Konsep ini merubah pola kumpul angkut buang menjadi pengurangan sampah melalui proses pemilahan dari rumah tangga. Barulah residu sampah yang tidak bisa diolah akan dibawa ke TPA. Model ini dapat berjalan dengan baik jika ada kebijakan dan keikutsertaan warga.
Kota Bandung sudah membuat peraturan yang mengintegrasikan pengelolaan sampah dengan Metode Zero Waste lintas sektoral dengan sebutan Kang Pisman. “Gerakan ini akan dikembangkan sebagai sebuah sistem. Jadi nantinya tidak sektoral lagi. Tapi dari hulu ke hilir. Program ini juga akan dikaitkan dengan Program Ketahanan Pangan,” kata Kamalia Purbani, Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan kota Bandung.
Kota Cimahi juga mengembangkan Konsep Zero Waste dengan semboyan Cimahi Barengras. Selain memulai gerakan membawa tumbler, prasmanan dan air isi ulang di perkantoran, Pemkot Cimahi sudah mendorong pengaturan 6 jenis kemasan plastik antara lain sedotan plastik, Styrofoam, box plastik dan lain-lain” ujar Mochamad Ronny. selain itu Pemerintah Kota Cimahi juga sedang fokus pada penerapan di skala Kelurahan dan RW RW yang dekat dengan TPS 3R untuk meningkatkan efektivitas TPS 3R tersebut.
Kini Zero Waste Cities mulai diadopsi di Denpasar, Medan dan Gresik. Konsep ini jika dijalankan dengan baik dapat mengurangi jumlah sampah yang terangkut ke TPA “dari komposisi sampah kita ini sebenarnya ada banyak porsi yang bisa dikompos dan di daur ulang,”menurut David Sutasurya. Tantangan terbesar dalam penerapan pendekatan Zero Waste Cities ini adalah membangun tata kelola persampahan.
Menurut Intan Suci Nurhati, sampah plastik di lautan sebagian besarnya berasal dari daratan. Hal ini terjadi karena pemerintah tidak bisa menutup kesenjangan dalam pengumpulan. Menurut David Sutasurya, mengutip dari Medrilzam Direktur Lingkungan Hidup BAPPENAS, pengumpulan adalah sebuah missing link dalam pengelolaan sampah, dan menjadi titik intervensi dalam pendekatan Zero Waste Cities.
Di kota-kota besar, masyarakat masih membuang sampah ke sungai. Hal ini terjadi karena tidak adanya layanan pengumpulan yang menjangkau mereka, dan memastikan mereka membuang sampah di jalur yang benar, sesuai dengan aturan. “Anggota AZWI melakukan beberapa kajian di aliran Bengawan Solo dan Sungai Brantas. Kami menemukan mikroplastik di 80% dari 103 sampel ikan. Mikroplastik juga ditemukan di dalam lambung udang dan kotoran manusia. Ternyata apa yang kita buang, akan kembali ke kita.” ucap Prigi Arisandi.
Dalam aspek penanganan sampah terpilah, kebijakan juga menjadi kunci utama. “Kita harus mendorong pemerintah nasional untuk menghasilkan regulasi nasional yang lebih jelas menekankan pengumpulan terpilah sebagai bagian dari pengelolaan sampah di dalam NSPK (Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria) tentang pengelolaan sampah.” jelas David Sutasurya.
Siaran ulang forum daerah bebas plastik sesi ketiga ini dapat diakses disini.
Narahubung:
- Koen Setyawan, Manajer Komunikasi AZWI, koen@aliansizerowaste.id , +628125239974
- Vancher, Staf Komunikasi AZWI, vancher@aliansizerowaste.id , +6281288549493