Penulis: Melynda Dwi Puspita
Plastik adalah bagian kehidupan modern, ditemui setiap hari dalam wujud kemasan makanan dan minuman. Serta mudah dijumpai dalam bentuk barang rumah tangga. Plastik populer karena bersifat ringan, tahan lama dan ekonomis. Namun akibat ketahanan dan umur panjang inilah yang menjadikan plastik ibarat monster yang abadi. Penggunaan plastik menghadirkan tantangan ketika pada akhirnya dibuang dan menjadi sampah karena tidak terkelola dengan benar.
Permasalahan sampah mengancam lingkungan hidup dan kehidupan manusia. Sampah plastik menyebabkan pencemaran mulai di daratan, sungai hingga samudera. Sampah perairan seperti sungai, danau dan laut membawa persoalan tambahan karena dikonsumsi oleh hewan laut yang sebagian jadi bahan pangan manusia. Sampah yang berada pada ekosistem laut menyebar dari kawasan perairan pesisir pantai hingga lautan dalam. Lautan luas dianggap oleh sebagian kalangan sebagai tempat pembuangan sampah akhir. Sampah plastik dengan persentase sebesar 60-80 persen mendominasi jenis sampah lautan.
Persoalan sampah plastik tidak hanya sebatas apa yang nampak oleh mata. Plastik ukuran besar akan terdegradasi akibat pengaruh alam seperti sinar matahari. Plastik besar berubah menjadi lebih kecil yang biasa dikenal sebagai mikroplastik. Potongan plastik dapat disebut sebagai mikroplastik jika berukuran kurang dari 5 mm. Mikroplastik inilah menjadi pencetus berbagai kerusakan yang akhir-akhir ini banyak diperbincangkan.
Imbas Bagi Ekologi dan Biota di Lautan
Isu mengenai mikroplastik telah meningkatkan kesadaran banyak orang tentang potensi bahaya yang mengincar biota laut. Banyak hasil studi menyatakan mikroplastik telah memasuki saluran pencernaan ikan. Seperti halnya penelitian yang dilakukan Yudhantari (2019), bahwa ukuran sangat kecil pada mikroplastik memungkinkan ketidaksengajaan ikan untuk mencernanya. Ikan akan mengidentifikasi mikroplastik sebagai makanan. Sekitar 36 persen dari 504 spesies ikan demersal dan ikan pelagis ditemui mikroplastik dalam saluran pencernaannya. Begitu pula dengan ikan lemuru yang berada di Selat Bali.
Selain mencemari hewan yang bersifat nomaden seperti ikan. Mikroplastik juga menyebabkan permasalahan terhadap kelangsungan hidup organisme menetap seperti karang. Selama ini telah diketahui bahwa penyebab stress pada terumbu karang adalah akibat terjadinya peningkatan suhu dan kadar keasaman air laut. Saat ini, kontaminan lain seperti mikroplastik telah menjadi pemicu stress tambahan yang berdampak pada riwayat kehidupan karang.
Berdasarkan eksperimental dari Berry (2019) menyatakan bahwa efek potensial dari mikroplastik berpengaruh pada tahap pembuahan, perkembangan embrio dan larva. Salah satunya pada jenis Acropora tenuis di Pantai Cape Cleveland (Queensland, Australia). Dari hasil observasi dapat diinformasikan bahwa mikroplastik menyumbang 86% dari semua puing mikro yang menutupi permukaan terumbu karang di Great Barrier Reef. Mikroplastik dengan ukuran 2 mm2 mempengaruhi tingkat keberhasilan tahap pembuahan karang sebesar 6%.
Mengancam Organisme di Daratan
Sebelum mencapai lautan, sampah plastik mengalir dari kawasan sungai. Penyebabnya karena manusia membuang limbah baik dari rumah tangga maupun industri di Daerah Aliran Sungai (DAS). Padahal sungai menjadi salah satu sumber air untuk segala aktivitas manusia. Mulai dari pertanian hingga peternakan, seperti bebek.
Berdasarkan penelitian Cahyo (2020), jumlah mikroplastik pada kawasan peternakan bebek semi intensif di sawah relatif tinggi, yaitu mencapai 67,78 partikel/mL. Hal ini menunjukan bahwa lokasi yang terlihat bersih belum tentu tidak mengandung mikroplastik. Saluran pencernaan bebek yang diternak di area persawahan mengandung mikroplastik dengan rata-rata sebesar 6,7 partikel/ekor. Apabila dikonsumsi serta melewati usus atau dipertahankan di dalam saluran pencernaan. Mikroplastik dalam bentuk fiber akan membentuk gumpalan yang dapat memblokir saluran pencernaan pada bebek. Mikroplastik ini akan mempengaruhi tingkat pertumbuhan sehingga bobot bebek yang dihasilkan lebih kecil. Dan tidak menutup kemungkinan akan menyebabkan efek yang lebih besar, yaitu kematian.
Bahkan saat ini mikroplastik telah ditemukan pada feses organisme tingkat tertinggi dalam rantai makanan, yaitu manusia. Environment Agency Austria dan Medical University of Vienna, meneliti feses delapan partisipan dari seluruh dunia. Diperoleh hasil yang mengejutkan bahwa semua sampel feses dinyatakan positif mengandung mikroplastik.
Lantas Apa yang Perlu Dilakukan?
Tidak ada cara terbaik selain mengurangi penggunaan plastik. Setiap orang harus memiliki pemahaman atas isu mikroplastik. Hal sederhana yang tidak disadari seperti membawa tumbler dan tas belanja bisa berdampak besar jika dilakukan secara konsisten. Memang sulit menghentikan kebiasaan dan ketergantungan menggunakan plastik. Namun seiring berjalannya waktu, masyarakat akan terbiasa jika dimulai sedari dini. Memanfaatkan media sosial sebagai sarana untuk sosialisasi dan edukasi juga mutlak diperlukan. Namun bagian terpenting adalah mempraktikan segala teori dan pengetahuan tentang gaya hidup!
Referensi
- Berry, K. L. E., H. E. Epstein, P. J. Lewis, N. M. Hall and A. P. Negri. 2019. Microplastic contamination has limited effects on coral fertilisation and larvae. Diversity. 11 (228): 1-13.
- Cahyo, Y. D., N. Ummah dan M. Ikbal. 2020. Analisis kandungan mikroplastik pada bebek (Anas platyrhynchos domesticus) studi kajian tingkat pencemaran plastik di ternak unggas air. Jurnal Ilmiah Peternakan. 2 (2) : 90-96.
- Joesidawati, M. I. 2018. Pencemaran mikroplastik di sepanjang Pantai Kabupaten Tuban. Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat III Universitas PGRI Ronggolawe Tuban. 3 (1): 8-15.
- Widyaningrum, G. L. 2018. Mikroplastik ditemukan pada kotoran manusia, kita benar-benar mengonsumsinya?.
- https://nationalgeographic.grid.id/read/13961518/mikroplastik-ditemukan-pada-kotoran-manusia-kita-benar-benar-mengonsumsinya. Diakses pada 1 Januari 2021 pukul 09:03 WIB.
- Yudhantari, C. I. A. S., I G. Hendrawan dan N. L. P. R. Puspitha. 2019. Kandungan mikroplastik pada saluran pencernaan ikan lemuru protolan (Sardinella Lemuru) hasil tangkapan di Selat Bali. Journal of Marine Research and Technology. 2 (2): 47-51.
Profil Penulis
Melynda Dwi Puspita merupakan perempuan asal Probolinggo. Ia sangat tertarik memperdalam ilmu di bidang konservasi dan lingkungan.