Peristiwa longsor TPA Leuwigajah pada tahun 2005 menjadi momen yang membuka mata tentang minimnya tata kelola persampahan di Indonesia. Momen tersebut telah menyadarkan banyak pihak bahwa, selama ini nasib sampah terkumpul hanya digantungkan pada fasilitas Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Kebergantungan tata kelola persampahan pada TPA, bila tidak segera bersama kita ubah, akan memungkinkan terulangnya peristiwa “Bandung Lautan Sampah” untuk kedua kalinya.
Program Zero Waste Cities (ZWC) pada dasarnya merupakan perwujudan nyata dari amanat tata kelola persampahan yang tertuang dalam Undang-Undang no. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Dalam peraturan tersebut, telah terkandung amanat untuk melakukan pengelolaan sampah secara terdesentralisasi, melalui pemilahan di sumber penghasil sampah. Selain amanat pemilahan, terdapat pula amanat untuk melakukan pengelolaan berkelanjutan pada sampah yang dihasilkan, yang pada program ini termasuk pada upaya pengomposan komunal.
Saat ini, program ZWC sudah berjalan di kota Bandung. Penerapan ZWC sebagai model Kota Nol Sampah di kota Bandung diinisiasi oleh Yaksa Pelestari Bumi Berkelanjutan (YPBB) Bandung sejak 2017 lalu. Manager Kota ZWC YPBB Ryan Hendriyan mengatakan program ini berfokus pada pengurangan polusi sampah ke sungai dan ke laut dengan memperbaiki sistem pengumpulan dan daur ulang sehingga mencegah masuknya 62.000 ton sampah (14.000 plastik) per tahun, dengan cara edukasi door to door (100%), melakukan ketaatan pemilahan sampah (90%) dan jumlah sampah sampai 70% tidak lagi dikirim ke TPA.
“Kalau di Bandung mungkin masyarakat tahunya program Kang Pisman (kurangi, pisahkan, manfaatkan) yang dikembangkan dari program KBS (Kawasan Bebas Sampah). Kang Pisman ini mulai sejak tahun 2019, dan sudah memiliki 69 RW dan 13 kelurahan, termasuk 8 kelurahan model. Kelurahan-kelurahan ini diarahkan agar melakukan pemilahan dan pengelolaan sampah sedekat mungkin dengan sumber.” ujar Ryan di siaran langsung AZWI Talk #19, beberapa waktu lalu.
Ryan menerangkan, dari 69 RW dan 13 kelurahan tersebut, YPBB mendampingi setidaknya 48 RW dan 10 kelurahan dengan tingkat pencapaian pengurangan sampah sekitar 39.49% ke Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) dari tahun 2018-2021. Tak hanya itu, jumlah sampah organik terpilah pun meningkat sebesar 2,809, organik yang diolah di kawasan 1,651, potensi daur ulang non organik yang terpilah 666.28, organik yang diolah di kawasan 1,651 dan rata-rata cakupan pengumpulan terpilah sebesar 70.93% dalam rentang waktu yang sama.
“Hal ini tidak terlepas dari berbagai upaya yang telah dilakukan oleh tim YPBB dan Pemerintah Kota Bandung, salah satunya yakni mendirikan tim satgas Kang Pisman yang bekerja mengawasi jalannya program Zero Waste Cities di Kota Bandung. Tim satgas ini langsung diketuai oleh Wakil Walikota Bandung Oded Mohamad Danial,” jelasnya.
Meski demikian, Ryan mengungkapkan bahwa program tidak selalu berjalan mulus. Ada kalanya kendala juga kerap ditemukan, salah satunya yakni belum maksimalnya penegakan aturan di Kota Bandung. Padahal menurut Ryan, sudah ada Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 9 Tahun 2018 Tentang Pengelolaan Sampah.
“Lalu ada juga keputusan Walikota tentang honorarium RT/RW. Di dalamnya sebenarnya RT/RW ada kewajiban untuk mendorong warganya melakukan pemilahan di sumber, dan memonitoring proses pemilahan serta pengumpulan terpilah. Tapi karena mungkin belum menjadi hal utama (perhatian), jadi belum berjalan maksimal lalu di kota Bandung,” ungkap Ryan.
Lebih lanjut, Ryan berharap penerapan Zero Waste Cities di Kota Bandung bisa berjalan maksimal dan menyeluruh. Sebab, seperti yang kita ketahui bersama, hampir seluruh TPA di pulau Jawa dan Bali akan ditutup dalam waktu dekat. Hal ini semakin meningkatkan potensi bencana sampah yang tak terhindarkan. Seperti peristiwa longsornya TPA Leuwigajah beberapa tahun silam, tampaknya telah cukup memberikan gambaran betapa pentingnya pengelolaan sampah yang terintegrasi.
“Tahu gak sih? dalam sampah tercampur itu ada pengumpulan gas metan yang tertumpuk, bayangkan kalau kita tidak menerapkan ZWC sama sekali, tumpukan sampah di TPA itu bisa meledak kapan saja. Penerapan ZWC dalam tingkat kota akan membantu mengurangi jumlah sampah ke TPA, otomatis umur TPA akan lebih panjang,” pungkasnya. (Kia)