Program Pasar Bebas Plastik di Pasar Tradisional Sindu, Denpasar menjadi langkah awal untuk mewujudkan diet kantong plastik sekali pakai di pasar tradisional. Program yang melibatkan Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup (PPLH Bali), Gerakan Diet Kantong Plastik (GIDKP) dan didukung oleh Canada Fund serta Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup (DKLH) Provinsi Bali ini resmi berjalan sejak 10 Januari 2022 lalu, dan kini masih dalam tahap percobaan.
Selama ini penggunaan kantong kresek (plastik sekali pakai) sudah lazim digunakan sebagai wadah belanja di berbagai tempat perbelanjaan, tak terkecuali pasar tradisional. Namun, pedagang di pasar tradisional masih kesulitan untuk mengurangi penggunaannya. Hal inilah yang menjadi alasan mengapa pasar tradisional menjadi target sasaran utama untuk gerakan diet kantong plastik.
Adanya program Pasar Bebas Plastik ini bertujuan untuk menekan tingkat penggunaan plastik sekali pakai khususnya kantong kresek. Sebab, berdasarkan data PPLH Bali penggunaan kresek di Pasar Sindhu rata-rata perhari 2.969 lembar. Tak heran, kegiatan ini menyasar para pedagang untuk membatasi penyediaan kantong kresek, dan hanya memperbolehkan kantong tanpa gagang. Pengurangan konsumsi plastik pada pedagang ini diharapkan dapat mengurangi timbulan kresek yang berasal dari pasar tradisional.
Tak hanya pedagang, pihak konsumen juga diberikan edukasi melalui flyer dan imbauan secara langsung melalui media komunikasi suara yang diputar selama pasar Sindu beroperasi. Lalu, mereka juga diimbau untuk selalu membawa tas dan wadah guna ulang dari rumah.
“Tak hanya sosialisasi, alternatif pengganti kresek terutama untuk pembungkus canang atau daging juga harus ditemukan. Perlu kerjasama seluruh stakeholder baik pemerintah, LSM dan swasta agar bisa mensukseskan Perwali 36 dan Pergub Bali 97 dalam pengurangan penggunaan plastik sekali pakai di Pulau Bali ini,” jelas Direktur PPLH Bali Catur Yudha Hariani.
Sementara itu, mengutip dari Redaksi Bali, Direktur GIDKP, Tiza Mafira menyebutkan bahwa pasar bebas plastik bisa menjadi program yang sangat menguntungkan bagi para pedagang. Sebab, menurut pengalamannya di Pasar Bebas Plastik Tebet, Jakarta, para pedagang disana mengaku bisa menghemat pengeluaran biaya kresek sekitar 500 ribu rupiah dalam sebulan.
“Lalu saya bertanya kepada seorang pedagang di Pasar Tebet, berapa untung jika tidak memberikan kresek? jawabnya 500 rb perbulan. Saya rasa pengalaman ini bisa menginspirasi pedagang pasar tradisional di Pasar Sindu,” ungkap Tiza.
Sebelumnya, program pasar bebas plastik di Denpasar telah melalui beberapa tahap. Diantaranya survey lokasi program, riset baseline, FGD dengan pedagang pasar dan pemerintah daerah, Kampanye public : DTDE SOP dengan cara bertanya ke konsumen, membagikan flayer, rampok kresek, hingga Launching Pasar Percontohan Bebas Plastik. (Kia)