Permasalahan pengelolaan sampah di Kota Pekanbaru yang terus berulang akhirnya berujung di meja hijau. Gugatan warga negara atau citizen lawsuit (CLS) terkait persoalan pengelolaan sampah di Kota Pekanbaru resmi didaftarkan aktivis lingkungan hidup pada Desember 2021 lalu. Gugatan dilayangkan oleh Riko Kurniawan dan Sri Wahyuni melalui kuasa hukumnya ke Pengadilan Negeri Pekanbaru.
Gugatan yang turut diinisiasi oleh WALHI Riau, LBH Pekanbaru, RWWG, Koalisi Sapu bersih dan GPS Plastik ini menggugat Walikota dan Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan hingga DPRD Kota Pekanbaru. Ketiga pihak yang ditarik sebagai tergugat diminta untuk membenahi kebijakan pengelolaan sampah, baik kebijakan penanganan hingga pembatasan.
Koordinator Media dan Penegakkan Hukum Walhi Riau, Ahlul Fadli mengatakan, gugatan ini berawal dari cerminan perencanaan kota yang sangat buruk oleh Walikota Firdaus selama dua periode. Menurutnya, pengelolaan dan penanganan sampah dalam dua periode kepemimpinan tersebut tidak mengalami kemajuan bahkan telah merusak lingkungan, jalan, mencemari udara, mengganggu keindahan kota serta mengakibatkan banjir.
Ahlul menegaskan, puncaknya dimulai sejak akhir tahun 2020 hingga awal tahun 2021. Terjadi penumpukan sampah karena sistem pengangkutan masih menggunakan sistem swastanisasi, yaitu sebuah proses pengubahan kepemilikan dari bisnis-bisnis yang tadinya dimiliki pemerintah kepada pemegang saham swasta dan/atau individu-individu.
“Karena sistem lelangnya belum selesai, terjadi permasalahan, dimana tidak ada aktivitas pengangkutan. Nah akhirnya sampah tidak diangkut, sekitar 3-6 bulan sampah dibiarkan tertumpuk di tempat pembuangan ilegal bahkan di pinggir-pinggir jalan,” tegas Ahlul dalam tayangan AZWI Talk, Jumat (21/01/2022).
Ahlul menyebutkan, ada kejadian yang berulang namun tidak menjadi pembelajaran bagi pemerintah khususnya terkait pemahaman sampah yang sejatinya akan terus ada, tetapi tidak pernah ada kebijakan dalam pengurangannya khususnya plastik.
Selain itu, dia juga menilai masyarakat belum teredukasi dengan baik untuk melakukan pemilahan sampah rumah tangga, sehingga sampah yang masuk ke dalam Tempat Pembuangan Sementara (TPS) dalam kondisi tercampur. Di sisi lain, fasilitas TPS yang ada di Kota Pekanbaru sangat minim, tak heran jika banyak sampah berserakan di jalan protokol.
“Kapolda sempat melihat permasalahan ini ada unsur pidananya. Hal ini terkait tanggung jawab pemerintah, kok bisa dengan lalainya membiarkan sampah tidak terangkut. Pada waktu itu prosesnya juga sudah berjalan dan kepala dinasnya sudah naik status menjadi tersangka bersama satu staf,” ujarnya.
Meski sudah menjadi tersangka, Walhi Riau bersama LBH Pekanbaru melihat ada kebijakan yang luput dari pemerintah kota, salah satunya membuat kebijakan pembatasan plastik sekali pakai. Tentunya ini berguna untuk mengurangi konsumsi plastik.
“Pemerintah dari dulu kebijakannya hanya angkut sampah dan buang buang ke TPA, nggak pernah berbuat yang lebih rinci bagaimana sampah ada proses pemilihannya dan membatasi konsumsi plastik,” tambah Ahlul.
Ahlul melanjutkan, seharusnya perumusan aturan ini bukan menjadi pekerjaan sulit, banyak peraturan kepala daerah, seperti Kota Bogor, Surabaya, DKI Jakarta, Bali dan lainnya yang dapat dirujuk pemerintah kota untuk merumuskan peraturan pembatasan plastik sekali pakai.
Mengamini hal tersebut, Peneliti dari Indonesian Center for Environmental Law (ICEL), Bella Nathania menyebutkan, gugatan warga negara (CLS) terhadap pengelolaan sampah yang buruk di Kota Pekanbaru merupakan langkah awal yang bagus untuk untuk mengingatkan pemerintah yang lalai atas kewajibannya dalam peraturan perundang-undangan.
Selama bertahun-tahun, gugatan CLS telah menjadi sarana bagi warga negara untuk bisa melakukan pengawasan kepada kinerja pemerintah. Salah satu contohnya yakni gugatan terhadap polusi udara di Jakarta beberapa waktu lalu yang akhirnya dikabulkan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
“Gugatan warga negara terhadap pengelolaan sampah di Kota Pekanbaru ini pada akhirnya menjadi penting untuk dilakukan karena selama bertahun-tahun Pemerintahan Daerah Kota Pekanbaru telah melalaikan kewajibannya untuk melakukan pengelolaan sampah dalam UU Sampah dan peraturan turunannya, sehingga menyebabkan pengurangan, pengangkutan, dan penanganan sampah tidak berjalan sebagaimana semestinya,” pungkasnya.
Sebelumnya, Koalisi Sapu Bersih, yang terdiri dari WALHI Riau dan LBH Pekanbaru sudah pernah melayangkan surat somasi kepada Walikota, Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) serta DPRD Kota Pekanbaru pada Maret lalu. Sebab hingga 90 hari berlalu, persoalan sampah khususnya sampah plastik masih menumpuk di Kota Pekanbaru. Meski sudah melayangkan somasi, tidak ada tanggapan serius dari pihak terkait.
Kini, perkara gugatan melawan hukum antara aktivis lingkungan Kota Pekanbaru melawan Wali Kota Pekanbaru, DPRD Pekanbaru dan Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Pekanbaru ini, sudah masuk tahap mediasi. Tim penggugat mendesak pemerintah Pekanbaru membuka informasi dan ruang partisipasi. Sementara DPRD Pekanbaru harus menjalankan fungsi pengawasan dan penganggaran yang baik. Terlebih lagi, memaksa pemerintah memperbaiki masalah sampah ini. (Kia)