Puluhan pegiat lingkungan yang terdiri dari Ecoton, River Warrior, Co Ensis, Brigade Evakuasi Popok dan HIMASURA melakukan kegiatan brand audit di Desa Tanjungan Kecamatan Kamal, Kabupaten Bangkalan, Madura, Jawa Timur, Minggu (24/4/2022) lalu.
Brand audit ini digelar untuk mengetahui serta mengidentifikasi sampah yang ada di Desa Tajungan. Selain itu, juga untuk mengetahui siapa saja produsen yang menyumbang pencemaran sampah plastik terbesar di wilayah tersebut.
Hasilnya, Wings menjadi produsen dengan kontribusi sampah plastik terbesar di wilayah tersebut. Jumlah sampah plastik yang disumbangkan Wing mencapai 31 persen. Disusul Indofood dengan total mencapai 24 persen. Di posisi ketiga, ada Forisa dengan 20 persen, Mayora 13 persen dan Frisian Flag 12 persen.
Terdapat komposisi sampah Popok dan Masker sebanyak 40 persen, Kresek dan Plastik Polos 30 persen, Plastik Bergambar 30 persen dan Kertas Duplek 30 persen.
Tim Zero Waste Cities Ecoton, Tonis Afrianto mengatakan bahwa kegiatan brand audit ini adalah kegiatan yang sering dilakukan di beberapa lokasi. Kecamatan Kamal menjadi tempat yang saat ini dikunjungi, sebab lokasi dekat dengan pantai dan laut.
“Seperti yang kita ketahui sampah-sampah yang berada di Mangrove ini adalah sampah yang berasal dari sungai sungai di wilayah kota bangkalan dan akhirnya mereka akan terbuang di laut melalui muara,” katanya.
Saat ini, lanjut Tonis, pihaknya akan berkoordinasi dengan Pemda setempat untuk melakukan pengelolaan sampah yang baik. Tak hanya itu, menurutnya, para produsen juga harus bertanggung jawab dan turut andil dalam menangani pencemaran sampahnya.
Senada dengan Tonis, Manager Program Ecoton Daru Setyorini juga menegaskan bahwa tanggung jawab produsen atas produk yang mereka hasilkan telah diatur dalam amanat pasal 15 Undang Undang 18 Tahun 2008.
“Produsen wajib mengelola kemasan dan/atau barang yang diproduksinya yang tidak dapat atau sulit terurai oleh proses alam,” tegasnya.
Oleh karena itu, beberapa solusi yang ditawarkan yakni menarik kembali sampah yang sudah dihasilkan, produsen membuat sarana pengumpulan sampah, tidak lagi menggunakan sachet serta mengganti sistem distribusi produk dengan sistem refill atau isi ulang.
“Karena sachet merupakan sampah yang susah untuk didaur ulang, maka dari itu mari mengganti sistem distribusi produk dengan sistem refill atau isi ulang. Masyarakat dapat membeli produk dengan membawa wadah sendiri dan tidak menghasilkan sachet,” pungkasnya. (Kia)