Praktik penggunaan plastik sebagai bahan bakar pada industri tahu ternyata masih banyak digunakan saat ini. Meski sudah ada larangan dari pemerintah setempat, puluhan industri tahu di Desa Tropodo, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, terlihat masih menggunakan bahan bakar dari sampah plastik, pada Februari lalu. Mereka memanfaatkan sampah plastik berbentuk skrap sebagai bahan bakar untuk membuat uap guna memasak kedelai menjadi tahu.
Salah satu pengusaha tahu, Gufron menjelaskan, delapan tahun yang lalu, para pembuat tahu di Tropodo, menggunakan kayu bakar untuk membuat uap panas dan menggoreng olahan tahu. Harga satu truk kecil kayu bakar saat itu adalah sekitar Rp. 1,5 juta Ketika perusahaan-perusahaan kertas mulai menerima peningkatan jumlah skrap plastik yang tidak mereka butuhkan, para pembuat tahu melihat peluang untuk menghemat biaya produksi mereka dengan cara mengganti kayu bakar dengan skrap plastik sebagai bahan bakar untuk membuat tenaga uap.
Harga satu truk kecil skrap plastik pada 2014 masih di angka Rp. 250.000 sampai Rp. 350.000 per ton. Berbeda dengan saat ini yang sudah mencapai Rp.600.000 per ton. Lebih murah jika dibandingkan dengan harga kayu yang saat ini berkisar Rp.9000 per kilogram atau sebanding dengan Rp.900.000 per ton.
Dengan cara membakar skrap plastik sebagai bahan bakar pembuàt uap panas, para pembuat tahu dapat menekan biaya produksinya sekitar 15-20%. Pembakaran skrap plastik berlangsung seharian, dari 6 pagi sampai jam 4-6 sore, melepas jelaga hitam pekat. Pada pagi hari, masyarakat yang lalu lalang di daerah Tropodo juga terpapar kabut asap setiap hari. Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) Krian mencatat penduduk Tropodo dan sekitarnya mengalami masalah pernapasan dan cenderung meningkat di tiap tahunnya terutama anak-anak.
DILEMA MENINGGALKAN SAMPAH PLASTIK
Gufron mengaku sudah memanfaatkan sampah plastik impor sebagai bahan bakar sejak memulai bisnisnya. Pria paruh baya ini bercerita sempat beralih ke kayu bakar setelah heboh temuan telur dan ayam di Desa Tropodo tercemar plastik pada 2019 lalu. Namun, delapan bulan ke belakang, dia beserta pengusaha tahu lainnya kembali menggunakan plastik dengan alasan sulit mendapatkan pasokan kayu bakar dikarenakan sudah banyak pabrik kayu yang tutup.
Gufron menerangkan sebelumnya Pemerintah Jawa Timur pernah menawarkan ketel sebagai solusi dan akan memberikan subsidi pada pabrik-pabrik tahu di sana. Penggunaan ketel ini membuat penggunaan kayu bakar lebih irit. Sehingga biaya yang dikeluarkan akan jauh lebih murah. Namun hingga kini, tak ada kejelasan dari pernyataan yang dikeluarkan oleh Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa itu.
BAHAYA PLASTIK SEBAGAI BAHAN BAKAR
Berdasarkan laporan Nexus3 Foundation dan Ecoton berjudul “Sampah Plastik Meracuni Rantai Makanan Indonesia”, ketika plastik digunakan sebagai bahan bakar, bahan kimia beracun baru dapat terbentuk. Misalnya, membakar plastik yang mengandung klor seperti PVC, dapat membentuk polychlorinated dibenzo-p-dioxins and dibenzofurans (PCDD/Fs). Zat-zat yang sangat beracun ini dikenal sebagai kelompok dioksin. Plastik terbakar yang mengandung bahan penghambat nyala yang terbrominasi menciptakan dioksin dan furan terbrominasi (PBDD/Fs), sekelompok bahan kimia beracun yang mirip dengan dioksin yang terklorinasi.
Beberapa aditif dalam plastik seperti short-chain chlorinated paraffins (SCCP), polybrominated diphenyl ethers (PBDEs), hexabromocyclododecane (HBCD) serta produk samping hasil pembakaran (PCDD/Fs, dioxin seperti PCBs atau hexachlorobenzene), sudah diatur dalam Konvensi Stockholm (Stockholm Convention 2010, Stockholm Convention 2017). Selain itu, beberapa bahan kimia yang digunakan dalam kemasan makanan bersifat toksik dan beberapa bahan kimia berflourinasi juga diatur dalam Konvensi Stockholm, terutama PFOS dan PFOA. Semua bahan kimia ini dapat larut dari limbah plastik dan kertas ketika dibuang atau dibakar.
Pada 2019 lalu, kedua anggota Aliansi Zero Waste Indonesia, yakni Nexus3 Foundation dan Ecoton melakukan analisis kimia terhadap sampel telur ayam bukan ras yang dikumpulkan oleh kelompok aktivis lokal, untuk mengetahui potensi keberadaan zat-zat beracun di sekitar lokasi pabrik-pabrik tahu di Tropodo. Hasilnya, menunjukkan variasi bahan berbahaya beracun dalam telur dari Tropodo, termasuk dioxins (PCDD/Fs), PCBs, SCCPs, PBDEs, senyawa-senyawa PFAS, dan PFOS.
Selain potensi pelepasan zat dioksin, pembakaran sampah plastik juga mengakibatkan lingkungan udara berpotensi terkontaminasi mikroplastik. Terkait pencemaran mikroplastik pada udara di Jawa TImur, lembaga konservasi lahan basah, Ecoton, telah meriset pada Juli hingga September 2021. Riset itu digelar di lima daerah, yakni Surabaya, Sidoarjo, Gresik, Mojokerto, dan Jombang.Peneliti Ecoton, Eka Chlara Budiarti, mengatakan, rata-rata kandungan mikroplastik di Surabaya sebanyak 13,86 partikel per dua jam, Gresik sebanyak 26,21 partikel per dua jam, dan Mojokerto sebanyak 11,45 per dua jam. Adapun rata-rata kandungan mikroplastik di Jombang rata-rata 16 partikel per dua jam.
Sementara itu, rata-rata kandungan mikroplastik di Sidoarjo sangat tinggi, yakni 218 partikel per dua jam. Sumber pencemaran berasal dari pengolahan sampah plastik yang salah, seperti dibakar di insinerator, tungku terbuka, hingga lahan terbuka.
Asap dari hasil pembakaran sampah plastik impor pada industri tahu di Desa Tropodo berpotensi memperparah pencemaran mikroplastik di udara Sidoarjo. Mikroplastik sangat berbahaya bagi kesehatan manusia karena bisa memicu kanker dan penyakit lain yang mematikan. Salah satu jalur masuknya mikroplastik ke dalam tubuh adalah melalui udara yang terhirup. Hal inilah yang patut diwaspadai.
ATURAN LARANGAN MEMBAKAR SAMPAH SEMBARANGAN
Aturan mengenai larangan membakar sampah sembarangan sejatinya telah tertuang di dalam Undang-Undang (UU) Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Dalam poin undang-undang tersebut dijelaskan, proses pembakaran sampah yang tidak sesuai dengan teknis, masuk ke dalam kegiatan yang melanggar hukum. Pasal 29 Ayat 1 huruf g menyebutkan, setiap orang dilarang membakar sampah yang tidak sesuai dengan persyaratan teknis pengelolaan sampah. Undang-undang ini menegaskan, setiap orang berkewajiban mengelola sampah rumah tangga dengan cara yang berwawasan lingkungan. Ketentuan mengenai larangan membakar sampah sembarangan ini diatur lebih lanjut dengan peraturan daerah masing-masing.
Pemerintah Jawa Barat adalah salah satu provinsi yang menetapkan Peraturan Daerah (Perda) tentang Pengelolaan Sampah. Dalam hal ini, Pasal 49 Ayat 1 huruf f disebutkan, setiap orang dilarang membakar sampah di ruang terbuka yang tidak sesuai dengan persyaratan teknis pengelolaan sampah. Peraturan ini mengkategorikan perbuatan membakar sampah sembarangan sebagai pelanggaran. Adapun sanksi bagi orang yang membakar sampah sembarangan, yakni pidana kurungan paling lama tiga bulan atau denda paling banyak Rp 50 juta.
Contoh lainnya adalah pemerintah kota Pekanbaru yang menerbitkan Perda Kota Pekanbaru Nomor 8 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Sampah. Di Pekanbaru, setiap orang yang membakar sampah yang dihasilkan oleh rumah tangga yang tidak sesuai dengan persyaratan teknis pengolahan persampahan akan didenda sebesar Rp 10 juta. Sementara itu, bagi orang yang membakar sampah selain dihasilkan oleh rumah tangga yang tidak sesuai dengan persyaratan teknis pengolahan sampah dikenakan sanksi pidana denda sebesar Rp 300 ribu.
Sebenarnya, praktik penggunaan sampah plastik sebagai bahan bakar di industri tahu ini juga melanggar beberapa poin lain yang disebutkan dalam pasal 29 UU Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Diantaranya, yakni mengelola sampah yang menyebabkan pencemaran dan atau perusakan lingkungan serta membuang sampah tidak pada tempat yang telah ditentukan dan disediakan.
Saat ini belum ada penanganan yang baik dan imbauan yang tegas dari pemerintah untuk memberikan solusi yang pasti kepada para pemilik usaha tahu di Tropodo. Alhasil, praktik penggunaan sampah plastik sebagai bahan bakar pada salah satu industri makanan ini masih berlanjut. (Kia)