Bali, Indonesia (28 Oktober 2018) — Satu hari menjelang Our Ocean Conference 2018, gerakan global #breakfreefromplastic menantang korporasi untuk menunjukkan kepemimpinan nyata untuk memutar balik krisis polusi plastik, bukan hanya membuat komitmen-komitmen kosong, yang cenderung memperparah masalah.
“Untuk mengakhiri krisis polusi plastik, korporasi harus mengambil langkah yang nyata, bermakna, dan menimbulkan perubahan yang dapat mengurangi jejak plastik secara signifikan dan melindungi masyarakat kita dari bahaya plastik sekali pakai yang bermasalah,” ujar Von Hernandez, Koordinator Global #breakfreefromplastic.
Para pemimpin gerakan menekankan bahwa korporasi punya kemampuan dan sumber daya untuk menyelesaikan masalah jika mereka mau, namun menyesalkan bahwa belum ada perusahaan besar yang cukup berani untuk menerapkan kebijakan serius untuk mengurangi plastik dan membuat sistem baru yang tidak mengandalkan plastik sekali pakai.
Laporan Greenpeace yang belum lama ini terbit menyoroti bahwa rencana 11 fast-moving consumer goods corporations (FMCGs) terbesar di dunia membolehkan kenaikan yang tidak terbatas dari penggunaan plastik sekali pakai mereka. Tidak ada perusahaan yang berencana membatasi pertumbuhan produksi dan pemasaran plastik sekali pakai mereka.
Empat perusahaan yang dilaporkan memiliki penjualan tertinggi produk plastik sekali pakai (Coca-Cola, PepsiCo, Nestlé, dan Danone) juga merupakan empat merek yang paling banyak teridentifikasi dalam laporan brand audit terbaru dari Break Free From Plastic. Laporan ini berisi data dari 239 kegiatan cleanup polusi plastik di 42 negara.
“Jika kita membiarkan korporasi-korporasi ini untuk melanjutkan business as usual, polusi plastik global akan terus meningkat, memperparah krisis polusi plastik. Kita membutuhkan mereka untuk menetapkan komitmen dengan target pengurangan penggunaan plastik yang ambisius. Bumi membutuhkan solusi nyata. Era greenwashing sudah selesai,” ujar Graham Forbes dari Greenpeace.
“Ironis bahwa perusahaan-perusahaan yang telah teridentifikasi oleh brand audit kami sebagai pencemar besar juga merupakan perusahaan-perusahaan yang biasanya mensponsori beach cleanup. Bumi akan dilayani lebih baik bila mereka melakukan cleanup terhadap aksi-aksi mereka,” ujar Jane Patton, yang mengkoordinasikan beberapa brand audit #breakfreefromplastic terbaru.
Menurut Delphine Lévi Alvarès, Koordinator aliansi Rethink Plastic, “minggu ini, Parlemen Eropa telah menunjukkan bahwa mengambil keputusan legislatif kuat dalam hal polusi plastik memungkinkan. Seiring dengan beberapa pemerintahan mulai mengambil tanggung jawab dalam menyelesaikan krisis ini, korporasi juga sepatutnya melakukan hal yang sama! Melihat besarnya permasalahan yang ada, kita tidak lagi dapat mengandalkan target sukarela dari korporasi.”
Peringatan akan solusi palsu yang dipromosikan oleh beberapa perusahaan untuk melakukan greenwash terhadap penampilan mereka dan membebaskan diri dari tanggung jawab nyata akan krisis yang ada, gerakan global ini mengeluarkan Leadership Challenge bagi FMCGs, yang mencakup permintaan untuk:
Mengurangi produksi dan penggunaan plastik sekali pakai mereka dengan rencana aksi dan timeline yang jelas serta melaporkan jejak plastik mereka secara transparan;Berinvestasi dalam sistem pengiriman produk alternatif, sambil menghilangkan insentif untuk bungkus produk sekali pakai;Menolak solusi palsu dan tidak terbukti, seperti thermal waste-to-energy incineration, skema plastic to fuel, daur ulang kimia, dan alternatif lain yang tidak baik;Berkolaborasi dengan peritel, pemerintah, dan LSM untuk menciptakan solusi terukur untuk polusi plastik – termasuk dukungan terhadap regulasi ambisius yang menghargai pengurangan plastik dan menghukum penggunaan plastik berlebih.
Menurut World Economic Forum, hingga 12 milyar ton plastik, sebagian besar plastik sekali pakai termasuk bungkus produk, memasuki lautan dari daratan setiap tahun. Dengan prediksi peningkatan produksi plastik sejumlah 40% dalam dekade mendatang, nyaris mustahil bagi skema pengelolaan dan daur ulang sampah untuk menanggulangi ini.
Merek produk multinasional telah membanjiri negara-negara Asia dengan bungkus plastik sekali pakai, meski mereka tahu bahwa sampah yang timbul darinya pasti akan mencemari lingkungan darat dan laut di wilayah ini.
Yuyun Ismawati dari Aliansi Zero Waste Indonesia (AZWI) menekankan, “Meski sudah ada upaya-upaya terbaik dari kelurahan kami untuk melakukan composting dan mendaur ulang sebanyak yang mereka mampu, sampah masih tersisa, melebihi kemampuan kami untuk mengelolanya. Kami mendorong perusahaan untuk menghilangkan atau merancang ulang produk-produk beserta bungkus bermasalah ini, dan bagi pemerintah Indonesia untuk melarang sedotan, kantong plastik, styrofoam, sachet, dan microbeads.”
Para anggota AZWI telah menunjukkan solusi-solusi zero waste untuk berbagai kelompok masyarakat di seluruh Indonesia, dengan fokus pada pencegahan timbulnya sampah, pemilahan, dan composting.
Kegiatan tahunan Our Ocean Conference mempertemukan perwakilan pemerintahan, organisasi masyarakat sipil, sains, keuangan, dan bisnis dari seluruh dunia untuk membahas perlindungan laut dan menetapkan komitmen.