Jakarta (11/7). Di Indonesia, sampah plastik tidak hanya menjadi masalah di wilayah darat saja, tapi juga sudah menyebar luas hingga ke wilayah laut. Bahkan riset yang dilakukan oleh Dr. Jenna Jambeck pada tahun 2015, menempatkan Indonesia sebagai negara kedua terbesar di dunia yang membuang sampah plastik ke lautan. Hal ini tentunya bukan merupakan ‘prestasi’ yang baik. Selain mencemari lingkungan, ini mencemari nama baik Indonesia di mata dunia.
Bahaya daripada polusi plastik sudah sangat memprihatinkan. Seringkali kita melihat berita satwa laut tidak sengaja memakan plastik, sedotan plastik di hidung kura-kura atau kantong plastik di dalam perut paus di Wakatobi hingga 5,9 kg plastik. Selain ekosistem laut yang terancam karena plastik, manusia pun juga. Temuan yang dilakukan oleh beberapa peneliti di Medical University of Vienna tahun lalu menemukan pertama kalinya bahwa mikroplastik sudah terdapat pada tubuh manusia.
Melihat fakta-fakta tersebut perlu adanya suatu gerakan bersama sebagai upaya pengurangan sampah plastik agar di tahun 2025 kita bisa mengurangi sampah plastik sebesar 70 persen, sesuai dengan target nasional untuk mengurangi sampah plastik di laut.
“Pemerintah dan pihak swasta harus terdepan untuk memastikan Indonesia bebas sampah plastik. Kebijakan pelarangan plastik sekali pakai tidak boleh ditunda lagi sembari sampah plastik yang sudah terlanjur ada harus terkelola dengan baik. Masyarakat akan membantu pemerintah untuk memastikan Indonesia bebas sampah plastik.”, ujar Bustar Maitar, dari Pandu Laut Indonesia.
Pawai Bebas Plastik adalah gerakan bersama dan aksi terbesar di Indonesia, yang mengajak masyarakat menunjukkan komitmennya untuk menolak plastik sekali pakai yang akan diselenggarakan pada hari Minggu tanggal 21 Juli 2019 di Bundaran HI dan Lapangan Aspirasi Monas. Adapun agenda daripada acara ini adalah Pawai, Orasi, Flashmob, Monster Plastik dan Pertunjukan Musik.
Pawai ini bertujuan untuk mengajak masyarakat mendeklarasikan komitmen yang akan mereka jalani dalam kehidupan sehari-hari, seperti misalnya menolak kresek sekali pakai, menolak sedotan plastik, memilih curah ketimbang sachet, memilah sampah di rumah, dan membersihkan sampah plastik layak daur ulang sebelum membuangnya.
Selain komitmen individu, pawai ini juga bertujuan menyatukan suara masyarakat dalam mendesak tiga hal:
Pemerintah melarang plastik sekali pakai (berupa kantong plastik, sedotan plastik, styrofoam, sachet dan microbeads) dan berlaku secara nasional
Pemerintah memperbaiki sistem tata kelola sampah berupa:
Penegakan sistem pemilahan sampah dari sumber hingga akhirMendukung produksi kemasan dalam negeri yang pro lingkungan, pro kearifan lokal, dan bebas plastik
Produsen dan pelaku usaha bertanggung jawab atas sampahnya dengan cara:
Mengambil kembali sampah kemasan yang dihasilkannyaBerinovasi dalam merancang kemasan plastik agar lebih mudah diguna ulang atau didaur ulangBerinovasi dalam sistem pengiriman produk agar tidak mengandalkan plastik sekali pakai
“Kami melihat adanya peningkatan kesadaran dari masyarakat umum tentang bahayanya plastik sekali pakai, seperti misalnya mereka menolak menggunakan plastik kresek saat berbelanja. Kami ingin mengakomodir suara mereka yang ingin adanya perubahan tidak hanya pada kehidupan sehari-hari mereka, tapi perubahan pada tingkat yang lebih besar. Pawai ini adalah gerakan masyarakat untuk menuntut pelarangan plastik sekali pakai.”, ujar Maritta Rastuti, Direktur Eksekutif Indorelawan.
Pawai Bebas Plastik merupakan rangkaian dari kampanye yang dilakukan oleh Robi Navicula, seorang musisi yang juga aktivis lingkungan, untuk menyerukan pentingnya pengendalian terhadap plastik sekali pakai.
“Melalui pawai ini, kami ingin menyerukan bahwa penting bagi kita semua untuk mulai menghentikan konsumsi terhadap plastik sekali pakai yang telah terbukti dampak negatifnya bagi lingkungan hidup, termasuk manusia,” ujar Robi Navicula. “Saat ini Indonesia ibarat ember yang telah penuh, yang airnya meluber kemana-mana. Keran yang terbuka diatas ember tersebut ibarat produksi plastik sekali pakai yang terus mengucur ke ember. Selama ini kita ibarat mengepel air yang meluber , dengan melakukan kegiatan-kegiatan seperti bersih-bersih pantai, recycle, dll. Kegiatan “mengepel” ini masih tetap perlu dilakukan, tapi berbareng dengan itu, tindakan yang masuk akal adalah menutup keran.”, tambahnya.
Upaya Indonesia untuk mengendalikan sampah plastik dimulai secara serentak pada tahun 2016, ketika uji coba pelaksanaan kantong plastik tidak gratis di gerai ritel modern di 27 kota besar. Hal tersebut diikuti dengan peraturan-peraturan untuk melarang penggunaan kantong plastik di beberapa daerah, seperti Banjarmasin, Balikpapan, Bogor, Denpasar, Provinsi Bali, dan masih banyak lagi.
“Pawai ini juga merupakan selebrasi atas putusan Mahkamah Agung yang menyatakan bahwa Pemerintah Daerah memiliki kewenangan untuk melarang plastik sekali pakai seperti kantong plastik, sedotan, dan styrofoam. Hal ini merupakan kemenangan tidak hanya untuk Bali yang menjadi target gugatan uji materiil di Mahkamah Agung, tetapi juga merupakan afirmasi kepada semua daerah termasuk DKI Jakarta yang sedang merencanakan pelarangan plastik sekali pakai.”, ujar Tiza Mafira, Direktur Eksekutif Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik.
Pawai ini, harapannya, dapat mendorong setiap orang untuk mulai melakukan aksi nyata untuk mengurangi penggunaan plastik sekali pakai dan tiap daerah untuk melakukan hal yang sama seperti daerah yang sudah melakukan upaya pelarangan terhadap plastik sekali pakai.
Kontak Media:
Sabrina (0821-2593-9563)