Jakarta, 21 Juli 2019. Kondisi sampah di Indonesia saat ini sangat mencekam. Dari 60 juta ton sampah yang dihasilkan, 15 persennya merupakan sampah plastik yang tidak hanya membanjiri tempat pembuangan akhir, namun juga lautan Indonesia. Berdasarkan data Bank Dunia tahun 2018, 87 kota pesisir di Indonesia memberikan kontribusi 2 juta ton sampah plastik ke laut.
Banyaknya dan besarnya ancaman dari sampah plastik digambarkan melalui sosok monster, sebuah kekuatan besar yang siap menghancurkan bumi. Sosok monster plastik berupa mahluk laut dengan tinggi 4 meter muncul dari laut Jakarta dan bergerak menuju jantung ibu kota Jakarta di bundaran Hotel Indonesia.
Pawai monster plastik adalah aksi tolak plastik sekali pakai terbesar di Indonesia, merupakan gerakan bersama dari 48 organisasi dan komunitas sipil bekerjasama dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan, diikuti oleh lebih dari 1500 orang. Pawai bergerak dari bundaran Hotel Indonesia menuju lapangan Aspirasi Monas. Pawai akan dipimpin langsung oleh ibu Susi Pudjiastuti selaku Menteri Kelautan & Perikanan Republik Indonesia dan Pembina Pandu Laut Nusantara.
Pawai ini bertujuan untuk mengajak masyarakat mendeklarasikan komitmen yang akan mereka jalani dalam kehidupan sehari-hari, seperti misalnya menolak kresek sekali pakai, menolak sedotan plastik, memilih curah ketimbang sachet, memilah sampah di rumah, dan membersihkan sampah plastik layak daur ulang sebelum membuangnya.
Sebanyak 49 organisasi dan komunitas sipil yang tergabung dalam pawai ini juga bertujuan menyatukan suara masyarakat dalam mendesak tiga hal.
Pertama, Pemerintah melarang plastik sekali pakai (berupa kantong plastik, sedotan plastik, styrofoam, sachet dan microbeads) dan berlaku secara nasional.
Kedua, Pemerintah memperbaiki system tata kelola sampah berupa (a) penegakan system pemilahan sampah dari sumber hingga akhir, (b) mendukung produksi kemasan dalam negeri yang pro lingkungan, pro kearifan lokal, dan bebas plastik.
Ketiga, Produsen dan pelaku usaha bertanggung jawab atas sampahnya dengan cara (a) Mengambil kembali sampah kemasan yang dihasilkannya, (b) Berinovasi dalam merancang kemasan plastik agar lebih mudah diguna ulang, (c) Berinovasi dalam sistem pengiriman produk agar tidak mengandalkan plastik.
“Pencemaran lingkungan utamanya perairan oleh sampah plastik sangat memprihatinkan. Pasalnya Indonesia telah menyandang predikat sebagai negara kedua penyumbang sampah terbesar ke laut di dunia, sebuah predikat yang sangat memalukan. Untuk menanggulangi ini, Presiden Joko Widodo bahkan telah mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 83 Tahun 2018 tentang Penanganan Sampah Laut. Sampah plastik ini sangat berbahaya karena baru akan hancur puluhan bahkan ratusan tahun. Jika masyarakat Indonesia tidak melakukan upaya pengurangan konsumsi plastik sekali pakai, diramalkan tahun 2030 nanti akan lebih banyak plastik daripada ikan di perairan Indonesia. Sudah saatnya masyarakat beralih dari penggunaan kresek ke ganepo atau tas kain, menghentikan penggunaan sedotan plastik atau beralih menggunakan sedotan stainless atau kertas, dan menghindari penggunaan kemasan-kemasan plastik lainnya. Ayo kita menuju Indonesia yang lebih baik dengan mengurangi pemakaian plastik sekali pakai, dimulai dari diri kita sendiri.” -Susi Pudjiastuti, Menteri Kelautan dan Perikanan RI.
“Monster Plastik merupakan sosok yang lahir dari jutaan ton akumulasi sampah plastik di laut Indonesia akibat ulah tangan-tangan tidak bertanggung jawab. Sosok ini merupakan momok menakutkan terhadap keberlangsungan hidup alam dan umat manusia di Bumi. Ancaman Monster plastik merupakan ancaman nyata yang saat ini tengah kita hadapi, Perubahan perilaku masyarakat Indonesia untuk berhenti menggunakan plastik sekali pakai merupakan kunci utama menurunkan volume sampah di Indonesia. Tidak ada kata selain berhenti menggunakan plastik sekali pakai.” – Bustar Maitar, Pembina Yayasan Econusa.
“Masyarakat perlu disadarkan bahwa gaya hidup kita sehari-hari yang menghasilkan banyak sampah sebenarnya sedang membangun sebuah monster raksasa yang menakutkan yang akan merusak kehidupan kita sendiri. Monster plastik ini adalah musuh bersama yang mengancam kehidupan kita bersama, itu sebabnya kitapun harus sama-sama mengalahkannya. Masing-masing kita punya senjata masing-masing untuk mengalahkannya, jika pemerintah senjatanya adalah kebijakan maka kita sebagai masyarakat senjatanya adalah mengubah gaya hidup yang tidak menggunakan plastik sekali pakai.” – Prita Laura, Ketua Harian Pandu Laut Nusantara.
“Plastik sekali pakai adalah monster yang ekstra jahat. Meskipun hanya menyumbang kurang dari 10% produksi plastik nasional, namun plastik sekali pakai ternyata berkontribusi terhadap mayoritas polusi di laut. Ironisnya plastik adalah materi kuat yang tahan ratusan tahun, tapi malah dirancang untuk dipakai hanya 30 menit lalu dibuang. Ini tidak masuk akal, dan ini harus disudahi.” – Tiza Mafira, Direktur Eksekutif Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik.
“Dalam laporan Greenpeace berjudul Sebuah Krisis Kenyamanan yang diluncurkan tahun lalu, bisnis perusahaan barang kebutuhan sehari-hari (fast moving consumer goods) termasuk produk makanan, tumbuh sebesar 1-6 persen per tahun. Ini artinya volume sampah kemasan plastik akan terus bertambah. Mengingat tingkat daur ulang yang sangat rendah, maka harus ada tindakan nyata dari produsen dan pemerintah untuk mengendalikan suplai plastik sekali pakai dengan cara menerapkan ekonomi sirkuler khususnya lewat konsep penggunaan kembali (reuse).” – Atha, Greenpeace Indonesia campaigner.
“Saat mengumpulkan sampah di perairan teluk Jakarta Divers Clean Action rmenemukan sebesar 63% dari sampah non-organik adalah plastik sekali pakai. Sampah shampoo, makanan, minuman, bungkus obat, dari puluhan tahun lalu seringkali ditemukan masih dalam kondisi baik di lautan. Ketika produksi sampah ini terus meningkat dan tidak didaur ulang maka sangat mungkin plastik sekali pakai ini masuk ke laut dan berakhir menjadi mikroplastik. Di Bali kami menemukan 1 partikel mikroplastik dalam 300 hingga 3000 liter air laut serta timbunan sampah kemasan plastik sekali pakai di pesisir pantainya mencapai 30.50% hingga 74.89% banyaknya dari total sampah yang ditemukan, tingginya jumlah sampah plastik di Bali ini berpotensi merusak wisata bahari Indonesia.” – Swietenia Puspa, Founder & Executive Director Divers Clean Action.
Sementara khusus untuk kondisi Jakarta, “Keadaan Jakarta darurat sampah disebakan tidak berjalannya aturan dan kebijakan Sampah secara nasional maupun di daerah. Lebih dari 10 tahun lalu, yakni sejak keluarnya Undang-Undang Nomor 18 tahun 2008 mengakui bahwa pengelolaan sampah belum sesuai dengan metode dan teknik pengelolaan sampah yang berwawasan lingkungan sehingga menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan masyarakat dan lingkungan. Lebih lanjut, meskipun secara nasional kita telah memiliki Peraturan Pemerintah Nomor 81 tahun 2012 yang didalamnya memerintahkan produsen wajib menggunakan bahan baku produksi yang dapat diguna ulang dan menarik kembali sampah dari produk dan kemasan produk untuk diguna ulang, juga belum berjalan karena Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan belum mengeluarkan kebijakan teknis sesuai dengan perintah PP tersebut. Keadaan yang sama juga terjadi di Jakarta, dimana Pemerintah Daerah (Pemda) tidak maksimal menjalankan Perda Nomor 3 tahun 2013 tentang Pengelolaan Sampah.” – Tubagus Soleh Ahmadi, WALHI Jakarta.
“Sebelum terlambat kita harus menentukan sikap apakah mau menjadi bagian dari masalah atau bagian dari solusi. Melalui keterlibatan Indorelawan dalam gerakan monster plastik kami ingin dapat mengakomodir suara mereka yang ingin menjadi bagian dari solusi. Mari kita gerakkan perubahan bersama sama.” – Maritta Rastuti, Direktur Eksekutif Indorelawan.