Penulis : Dwi Rahmawati
Pandemi Covid-19 yang berlangsung sejak Maret 2020 masih belum nampak kepastian akan berakhir. Manusia dituntut untuk bisa beradaptasi dengan kehidupan sehari-hari seperti aktifitas kerja, sekolah hingga belanja. Belanja daring atau online yang selama pra pandemi sudah cukup marak semakin naik trendnya seiring adaptasi kebiasaan baru warga. Hasil riset McKinsey and Company menunjukkan sebanyak 34 persen orang Indonesia mengakui terjadi peningkatan belanja, terutama makanan secara online. Peningkatan ini dipengaruhi oleh adanya pembatasan jam buka toko dan himbauan untuk mengurangi aktivitas keluar rumah kecuali untuk kegiatan penting dan mendesak.
Selain faktor Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), kenaikan tren belanja daring didorong berbagai penawaran menarik mulai dari diskon hingga layanan antar gratis. Menurut data iPrice, data kebiasaan belanja online di Indonesia selama periode Februari sampai Maret tahun 2020 meningkat signifikan. Adapun jenis barang paling dicari adalah perlengkapan pencegahan virus (masker, hand sanitizer), peralatan hobi, keperluan bekerja dan sekolah dari rumah serta makanan dan minuman.
Namun, ada hal penting yang luput dari perhatian dan sering dianggap sepele oleh kebanyakan orang akibat dari tren kenaikan belanja daring yaitu potensi kehadiran “monster plastik”. Monster plastik merupakan simbol limbah plastik sekali pakai dengan jumlah sangat banyak sehingga memunculkan ancaman dan bisa membawa bencana ekologis secara luas. Sebagai contoh, masalah banjir yang menjadi agenda tahunan di kota Jakarta atau beberapa ikan yang terpapar mikroplastik karena keadaan sungai dan laut yang tercemar sampah plastik. Mungkin ini hanya sebagian kecil dari permasalahan sampah plastik di Indonesia yang kian mencekam dan mengkhawatirkan.
Berdasarkan Keterangan Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Andono Warih, pandemi telah meningkatkan jumlah sampah plastik rumah tangga dari 14 persen ke 21 persen. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) merilis data 96 persen paket belanja online dibungkus dengan bahan plastik. Dalam paket belanja daring terdapat selotip, bungkus plastik dan bubble wrap menjadi jenis plastik yang sering ditemukan. Pada sisi lain, kesadaran akan pentingnya pengurangan dan pemilahan sampah sudah menjadi pengetahuan umum, namun dalam praktik keseharian belum menjadi perilaku yang dominan di kalangan warga.
Plastik Paket Belanja Daring Tanggung Jawab Siapa?
Siapa yang paling bertanggung jawab dalam mengelola sampah plastik yang dihasilkan dari belanja online? Jawabannya tentu diri kita sendiri. Akan tetapi kerjasama baik dari penjual, ekspedisi dan kita juga mempunyai peran penting dalam mengupayakan tren belanja online yang ramah lingkungan supaya lebih efektif.
Untuk itu kita sebagai pembeli selayaknya perlu memperhatikan beberapa hal. Pertama, mencari toko yang dekat dengan rumah supaya jejak karbon dari transportasi dapat diminimalisir dan kita bisa ambil langsung barang dengan tas belanja sendiri. Kedua, mulai melirik produk yang berasal dari brand lokal sebagai upaya membantu perekonomian mereka di waktu yang sulit ini. Ketiga, memberi catatan pada online shop untuk tidak membungkus dengan bubble wrap dan mengubahnya menjadi kertas atau kain yang sudah tidak terpakai lagi. Keempat, menghindari pembelian kemasan sachet sehingga tidak mengakibatkan tumpukan sampah semakin banyak. Kelima, memanfaatkan kembali pembungkus plastik belanja untuk melindungi buku di rak agar tidak menguning apabila keadaannya masih bagus dan layak digunakan.
Selain pembeli, penjual juga dapat mendukung belanja daring minim sampah. Penjual dapat mengganti bubble wrap dengan kain perca, koran atau majalah bekas untuk mengganjal produk rawan pecah. Selanjutnya, penjual berkomunikasi dengan jasa ekspedisi untuk tidak menambahkan selotip maupun pembungkus tambahan secara berlebihan. Bahkan, penjual dapat memberikan saran kepada ekspedisi supaya pengepakan menggunakan plastik bekas layak pakai. Sedangkan untuk pihak ekspedisi dapat menyusun SOP (Standar Operasional Prosedur) yang memperhatikan lingkungan misalnya dengan minimalisasi pembungkusan ulang barang.
Dengan adanya kepedulian dari berbagai pihak seperti penjual, ekspedisi dan kita sebagai pembeli, diharapkan produksi sampah yang dihasilkan dari kegiatan berbelanja online dapat berkurang. Mari kita merubah kebiasaan demi bumi dan masa depan!
Referensi :
https://www.tribunnews.com/techno/2020/05/28/wabah-covid-19-bikin-tren-belanja-online-meningkat.
https://www.medcom.id/nasional/metro/lKYxlR3k-jumlah-sampah-plastik-berlipat-imbas-belanja-online
https://inet.detik.com/cyberlife/d-4971620/tren-belanja-online-selama-pandemi-covid-19-di-indonesia
Profil Penulis
Perempuan berusia 20 tahun yang selalu ingin menginspirasi kaum milenial melalui tulisan untuk melek terhadap berbagai isu lingkungan di sekitarnya.