“Mikroplastik merupakan remah-remah atau serpihan plastik berukuran <5 mm hingga 330 mikron (0,33mm) sedangkan untuk plastik jenis nano ukurannya lebih kecil dari 330 mikron, jenis mikroplastik di perairan surabaya adalah fiber yang berasal dari serat benang/polyester, Fragmen adalah cuilan/serpihan sedotan, botol airminum sekali pakai, , filamen/lembaran asalnya dari tas kresek, granula butiran-butiran sintetik bahan kosmetik (mikrobeads), pembersih wajah, scrub dan Foam yang berasal dari Styrofoam”
Mikroplastik Kenjeran Berasal dari Sampah Plastik Kali Surabaya
Pencemaran mikroplastik di Pesisir Surabaya bersumber dari Kali Surabaya (anak Kali Brantas), karena Sungai sepanjang 430 km yang melewati 15 kota/kabupaten bermuara di Pesisir Surabaya (Kali Wonokromo bermuara di Pantai Timur Surabaya dan Kali Mas bermuara di Pesisir Utara Surabaya). Kali Brantas diketahui tercemar oleh mikroplastik yang bersumber dari timbunan sampah plastik dari sampah domestik ataupun dari industri kertas dan industri manufaktur lain yang membuang limbah cair ke Kali Brantas dan Kali Surabaya.
Penelitian Ecoton pada tahun 2018 menemukan 72 persen ikan yang ada di Kali Brantas mengkonsumsi mikroplastik. Sedangkan 42 persen sampah yang terapung di Kali Surabaya adalah plastik. Bahkan pada agustus 2020 kelompok Perempuan Pejuang kali Surabaya menemukan 303 timbulan sampah plastik sepanjang Kali Surabaya, 80% timbulan sampah berupa sachet, tas kresek dan bungkus makanan/minuman. Bungkus plastik ini merupakan food packaging dari 4 produsen consumer good Wings Surya, Indofood, Unilever dan garuda food.
“Sumber mikroplastik berasal dari sampah plastik seperti tas kresek, styrofoam, sedotan, bungkus plastik, sampah popok dan bahan plastik lainnya yang dibuang oleh manusia di sungai, perilaku ini disebabkan tidak tersedianya tempat sampah yang cukup,” Ungkap Tonis Afrianto, lebih lanjut alumni Komunikasi Universitas Muhammadiyah Sidoarjo ini menyebutkan bahwa saat ini pelayanan sampah hanya menjangkau kurang dari 40% sehingga masih banyak masyarakat yang tidak terlayani sehingga membuang sampah ke sungai.
Mendesak Regulasi Larangan Plastik Sekali Pakai
Lembaga kajian ekologi dan konservasi lahan basah (ecoton) mendorong dibuatnya regulasi tentang pengurangan atau pelarangan penggunaan plastik sekali Pakai. Di Indonesia sudah ada lebih dari 37 daerah di Indonesia mengeluarkan kebijakan pembatasan dan atau larangan penggunaan plastik sekali Pakai. Salah satunya Pergub Bali Nomor 97 Tahun 2018 Tentang Pembatasan Timbulan Sampah Plastik Sekali Pakai.“Dalam Pergub Bali 97/2018 ada tiga bahan mengandung plastik yang dilarang penggunaannya di Provinsi Bali yaitu Kantong plastik, polysterina (Styrofoam) dan sedotan plastik,” Ujar Tonis Afrianto. Lebih lanjut manager Kampanye Ecoton ini menyatakan dalam Pergub tersebut juga melarang untuk memproduksi, mendistribusikan, memasok dan menyediakan plastik sekali pakai di Wilayah Provinsi Bali.
Pikul Bareng, Mulai memilah dari Rumah dan Kurangi Plastik Sekali Pakai
Pilah sampah, Mendorong regulasi pada tingkat Perda kab/kota di Kali Brantas agar masyarakat melakukan pemilahan sampah mulai dari rumah. Jenis sampah Rumah tangga di Jatim 60%-70% adalah sampah organic yang bisa dibuang kompos, 18% bisa didaurulang, 12% sampah residu yang tidak bisa didaur ulang dan sampah lainnya. “Jika mulai dari rumah sampah di pilah maka 60-70% sampah bisa dikurangi,” ungkap Tonis Afrianto. Kurangi plastik sekali pakai, sampah plastik sulit didaur ulang dan mencemari sungai dan laut menimbulkan ancaman serius pada ketahanan pangan laut. Layani angkutan dan fasilitas pengangkutan Sampah, Pemerintah harus menyediakan pelayanan sehingga sampah tidak dibuang ke sungai, Batasi Sampah Plastik dengan Perda Larangan Plastik Sekali Pakai, Anggaran Memadai untuk edukasi dan sarana pengelolaan sampah, Mendorong produsen untuk Rekayasa Desain Kemasan Ramah Lingkungan dan mengurangi pemakaian plastic sekali pakai/sachet. (selesai)