Polusi mikroplastik telah terdeteksi dalam darah manusia untuk pertama kalinya. Dilansir Guardian, para ilmuwan menemukan partikel kecil plastik di hampir 80 persen orang yang diuji. Penemuan tersebut menunjukkan partikel-partikel tersebut dapat melakukan perjalanan ke seluruh tubuh. Mengejutkannya, partikel itu mungkin bisa bersarang di organ-organ.
Menurut studi tinjauan sejawat yang dipublikasikan pada jurnal Environment International, polietilena tereftalat (PET) adalah jenis plastik yang paling banyak ditemukan pada aliran darah manusia. Plastik PET paling sering digunakan untuk memproduksi botol minuman, kemasan makanan, dan pakaian.
Temuan tersebut tentu menjadi kekhawatiran bagi masyarakat Indonesia. Sebab, polusi plastik di Indonesia sangat tinggi dengan sampah plastik berada di sungai, laut, darat, dan daerah pertanian. Hal tersebut meningkatkan kemungkinan dikonsumsi hewan ternak dan ikan yang kemudian dimakan manusia.
Peneliti Ecoton Eka Chlara Budiarti menyebutkan permasalahan mikroplastik dalam tubuh manusia bukan hanya terjadi sekali. Sebelumnya pada tahun 2019, ECOTON sudah pernah melakukan penelitian terhadap sekitar 40 sampel feses (tinja) manusia dari berbagai daerah di Bali dan Jawa. Hasilnya, tidak satu pun sampel yang diteliti bebas dari kontaminasi mikroplastik. Bentuk mikroplastik yang diteliti beragam, yakni fragmen, fiber, filamen, dan granula. Dalam 10 gram feses yang diteliti di laboratorium, terdapat sekitar 2 hingga 15 partikel mikroplastik per milimeter.
“Bahkan mikroplastik juga telah ditemukan di udara yang kita hirup dan di atmosfer. Baru-baru ini juga gak kalah mengejutkan ada di plasenta bayi,” ujar Chlara saat siaran langsung AZWI Talk #23, Kamis (7/4/2022).
Jenis Mikroplastik
Chlara menjelaskan bahwa terdapat dua jenis mikroplastik, primer dan sekunder. Mikroplastik primer sengaja dibentuk industri yang biasa disebut microbeads untuk produk tertentu seperti kosmetik, pasta gigi, sabun, dan deterjen. Mikroplastik sekunder berasal dari plastik ukuran besar yang telah terdegradasi alam menjadi partikel lebih kecil.
Bahaya Mikroplastik pada Lingkungan
Alumni Universitas Diponegoro Semarang ini mengungkap bahwa mikroplastik dapat berdampak buruk bagi lingkungan dan kesehatan. Sejak awal 2021, Ecoton bersama tim relawan juga telah melakukan uji sampel air sungai di Indonesia dan melihat kandungan mikroplastiknya. Sampel yang diambil di Sulawesi, Kalimantan, Sumatera, Nusa Tenggara dan Jawa menunjukkan semua mengandung mikroplastik.
Padahal, air sungai merupakan sumber bahan baku untuk PDAM. Hal ini tentunya sangat berbahaya, sebab belum ada teknologi screening mikroplastik yang digunakan untuk memeriksa kualitas air di PDAM.
“Kandungan mikroplastik di lingkungan pada gilirannya akan masuk ke dalam rantai makanan, melalui air, ikan, wadah plastik yang kita gunakan, lalu juga oleh udara yang kita hirup, potensi mikroplastiknya itu dari sisa-sisa pembakaran sampah. Pada akhirnya masuk ke dalam tubuh manusia,” urainya.
Tak hanya itu, menurut Chlara, mikroplastik juga bersifat layaknya transporter, memiliki kecenderungan mengikat bahan-bahan lain seperti limbah, logam berat, deterjen, pestisida, dan racun yang membahayakan lingkungan dan kesehatan manusia. Mikroplastik masuk dalam kategori EDC (Endocrine disruption Chemical) bahan kimia pengganggu hormon,
Bahaya Mikroplastik pada Tubuh Manusia
Senada dengan Chlara, Ahli Patologi Klinik Dokter Raja Iqbal Mulya Harahap mengungkapkan, ada dua saluran utama yang menjadi jalur mikroplastik masuk ke dalam manusia yakni saluran pencernaan dan pernafasan. Jika mikroplastik ini masuk ke dalam dua saluran tersebut, maka akan mudah terserap, dan bersarang di dalam tubuh manusia.
“Ketika mikroplastik masuk ke dalam saluran cerna, dia akan mudah diserap oleh usus dan masuk ke dalam sirkulasi darah. Sehingga tidak mengherankan, sekitar 70-80 persen manusia sudah ada mikroplastik di dalam darahnya,” jelasnya.
Dokter Iqbal menuturkan, bahaya mikroplastik yang berada di dalam tubuh manusia mungkin tidak akan terasa secara langsung. Namun, jika mikroplastik ini terakumulasi dalam jangka waktu yang lama, tidak menutup kemungkinan akan berakibat fatal pada organ tubuh manusia.
“Pada jumlah tertentu, mikroplastik bersifat antigenik yang memicu proses peradangan kronis pada tubuh manusia. Apalagi jika manusia tersebut memiliki kerentanan genetik, ini bisa menjadi salah satu faktor pemicu resiko penyakit kanker dan autoimunitas. Kita ketahui saat ini penyakit autoimunitas meningkat secara cepat, bisa jadi faktor pemicunya dari mikroplastik yang berukuran kecil (microbeads),” tutur Dokter Iqbal.
Solusi Pencemaran Mikroplastik
Lebih lanjut Dokter Iqbal dan Chlara berharap, sumber pencemaran mikroplastik bisa segera ditangani. Misalnya dengan menerapkan peraturan pelarangan plastik sekali pakai dan menekan regulasi tersebut kepada pihak produsen yang memproduksi plastik.
“Produsen harus mengambil peran dan bertanggung jawab secara penuh, redesain kemasan dengan yang tidak mengandung plastik, membangun toko-toko curah, atau membuat tempat penampungan (drop point) khususnya untuk popok dan pembalut,” tegas Chlara.
Tak hanya itu, Chlara juga mengingatkan agar masyarakat lebih berhati-hati terhadap kemasan dan produk yang digunakan. Sebab, selain bisa menjadi mikroplastik, terdapat kandungan microbeads dalam produk seperti detergen, pasta gigi, barang kosmetik dan lain sebagainya.
“Ada cara untuk melihat kandungan produk yang kita gunakan mengandung microbeads atau tidak, yakni menggunakan aplikasi beats the microbeads,” paparnya.
“Selain mewaspadai adanya microbeads, gaya hidup zero waste juga lebih baik dilakukan masyarakat; mengurangi penggunaan sachet, membawa tas belanja sendiri hingga menggunakan wadah guna ulang. Seminimalis mungkin menghasilkan sampah plastik,” tambahnya.
Sementara itu, Dokter Iqbal juga berpesan agar masyarakat tidak terpengaruh terhadap berbagai iklan detox mikroplastik dari dalam tubuh yang ditawarkan. Sebab, sejatinya hati dan ginjal manusia sudah memiliki sistem mengeliminasi benda asing tersendiri meskipun memiliki keterbatasan.
“Jangan sampai karena isu ini sedang hangat, masyarakat mau diiming-imingin dengan iklan dan tawaran detox mikroplastik dari dalam tubuh. Karena kalau (mikroplastik) sudah ada di dalam tubuh manusia itu akan sulit untuk keluarnya, meski kita memiliki sistem eliminasi benda asing tersendiri seperti hati dan ginjal, namun keduanya tetap punya keterbatasan,” pungkasnya. (Kia)