press release
Lembaga Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah (ECOTON) yang merupakan anggota Aliansi Zero Waste Indonesia (AZWI) bersama BEM Universitas UNAIR, komunitas Co Ensist Fak Pertanian UTM Madura, River Warrior dan Mahasiswa Ikom UNTAG melakukan kegiatan aksi teatrikal di depan Gedung Negara Grahadi Surabaya. Aksi ini dilakukan untuk memperingati hari bumi sedunia yang jatuh pada 22 April 2022. Dengan mengunakan alat peraga manekin yang dipenuhi sachet dari makanan, minuman, sabun, sampho dan beberapa alat teatrikal lainnya seperti poster, Aksi teatrikal tersebut mengusung tema “Selamatkan Manusia Dari Sachet”. Sekitar 20 lebih pegiat lingkungan ini memulai keberangkatan dari Gedung Inspirasi ECOTON Gresik dan akan bergabung dengan puluhan masa lain dari BEM Univ UNAIR dan Mahasiswa UNTAG Surabaya yang memilih titik kumpul di Taman Apsari Surabaya.
Koordinator aksi Kholid basyaiban yang juga merupakan kordinator legal dan advokasi Ecoton, menuturkan bahwa saat ini muncul berbagai masalah lingkungan salah satunya yakni sampah terutama jenis sachet. Sampah yang banyak ditemukan adalah sampah sachet dari minuman seperti kopi dan minuman rasa- rasa dengan persentase sebesar 21%. Diperkirakan jumlah kemasan sachet yang terjual sekitar 1,3 triliun pada tahun 2027 yang berpotensi untuk menjadi sampah dan mencemari lingkungan. Keberadaan plastik di lingkungan khususnya sachet akan menjadi ancaman serius bagi Kesehatan dan lingkungan yaitu mikroplastik.
“Sampah plastik sachet menjadi suatu permasalahan yang belum terselesaikan hingga saat ini karena keberada keberadaannya tergolong sampah residu yang sulit terurai dan membutuhkan waktu yang lama karena kandungan senyawa kimia berbahaya yang ada dalam kemasan plastik sachet sekali pakai seperti phthalate sebagai zat pemlastis, dioxin, senyawa berflourinasi, BFRs (Brominated Flame Retardants), Bisphenols A, dan lain-lain”, ujar Kholid dalam aksi teatrikal, Jumat (23/4/2022)
Kholid meneruskan, ada beberapa hal yang perlu dilakukan untuk menyelesaikan persoalan sampah sachet tersebut. Diantarnya:
Pertama : Upaya EPR perlu digiatkan bagi semua pelaku industry penghasil produk – produk sachet untuk melakukan pemulihan lingkungan sesuai amanat pasal 15 UU nomor 18 tahun 2008 tentang pengolahan sampah.
Kedua : Pemerintah baik dari pemerintah daerah maupun pusat wajib membuat kebijakan/regulasi tentang pelarangan plastic sekali pakai, sebagai Langkah memutus kran masuknya sampah plastic ke lingkungan, terutama ke sungai.
Ketiga : Perlu adanya sosialisasi intensif pengolahan sampah yang benar dan penyediaan fasilitas sampah yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat, Provinsi bahkan Pemerintah Daerah terhadap masyarakat, sebagai upaya tanggung jawab dari pemerintah.
Keempat : melalui aksi ini kami mengajak masyarakat untuk bergaya hidup Zero Waste dan memilah sampah dari rumah menjadi 3 jenis, yaitu sampah organik yang dimanfaatkan sebagai kompos, sampah residu dibuang di TPA dan sampah anorganik untuk didaur ulang.
Peneliti menilai pencemaran mikroplastik di lingkungan dapat menjadi suatu ancaman yang mampu mengganggu keseimbangan ekosistem. Seperti pada studi-studi sebelumnya yang telah menemukan pencemaran mikroplastik mulai dari perairan[1], daratan[2], udara[3] bahkan kawasan yang minim aktivitas manusia sekalipun[4]. Keadaan ini diperparah juga dengan ditemukannya migrasi mikroplastik masuk ke dalam rantai makanan yang salahsatunya juga ada manusia. Studi 5 tahun terakhir kembali membuktikan bahwa akhirnya perjalanan mikroplastik telah menginvasi tubuh manusia seperti di feses[5], plasenta ibu hamil[6], darah[7] dan paru-paru[8].
“Kehadiran mikroplastik didalam tubuh manusia disinyalir melalui 3 jalur utama yakni dari sistem pencernaan, sistem pernapasan dan paparan,” kata Eka Chlara Budiarti selaku Ketua Laboratorium ECOTON. “Kontaminasi wadah ke makanan atau juga dari kontaminasi bahan makanan sebelum diolah dapat masuk melalui sistem pencernaan. Seperti pada penelitian terkini, ikan-ikan di Muara Bengawan Solo terkontaminasi mikroplastik seperti ikan keting (Mystus nigriceps) sebanyak 2.1 partikel/gram, ikan belanak (Moolgarda seheli) 1.8 partikel/gramdanikan Bandeng (Chanos chanos) sebanyak 1.4 partikel/gram[9]. Adapun mikroplastik yang dikonsumsi ikan-ikan tersebut berasal dari polimer Polyester (PE) yang biasa digunakan untuk pembuatan kain/tekstil, Polyethylene terephalate (PET) dari yang biasa digunakan untuk pembuatan kemasan AMDK dan Polypropylene (PP) yang biasa digunakan dalam pembuatan botol-botol perawatan tubuh maupun produk kebersihan rumah tangga,” imbuhnya.
Sementara itu, Mahasiswa Aktif Manajemen Sumberdaya Perairan, Universitas Trunojoyo Madura, Dhito Maulana Andriansyah menuturkan bahwa hasil penelitian di feses manusia menjadi identifikasi awal penemuan mikroplastik dalam tubuh. Mengingat mikroplastik dengan ukuran tertentu dapat terendap ke permukaan mukosa usus yang nantinya akan dikeluarkan bersamaan dengan feses. Dari 102 responden, seluruhnya positif mengandung mikroplastik dengan rata-rata sebanyak 17.5 partikel yang teridentifikasi setiap 10gram feses[10].
“Adapun mikroplastik yang terdeteksi di feses dominan berasal dari polimer Polypropylene (PP) yang biasa digunakan dalam pembuatan botol-botol perawatan tubuh maupun produk kebersihan rumah tangga, Ethylene Vinyl Alcohol (EVOH) yang biasa digunakan untuk pembuatan plastik kemasan kedap udara, Nylon yang biasa digunakan untuk pembuatan tekstil, Linear Low Density Polyethylene (LLDPE) yang biasa digunakan untuk pembuatan sachet makanan dan Polyethylene Terephthalate (PET) yang biasa digunakan untuk pembuatan kemasan AMDK,” pungkasnya.
Contact Person:
Muhammad Kholid Basyaiban, S.H
Koordinator Aksi Hari Bumi “Selamatkan manusia dari Sachet”
KOORDINATOR LEGAL DAN ADVOKASI ECOTON FOUNDATION
[1] Issac, M.N., Kandasubramanian, B. Effect of microplastics in water and aquatic systems. Environ Sci Pollut Res 28, 19544–19562 (2021). https://doi.org/10.1007/s11356-021-13184-2
[2] Wang J. Li J. Liu S. Li H. Chen X. Pheng C. Zhang P. Liu X. (2021). Distinct microplastic distributions in soils of different land-use types: Acase study of Chinese farmlands. Environmental Pollution. Volume 269. https://doi.org/10.1016/j.envpol.2020.116199
[3] Enyoh, C.E., Verla, A.W., Verla, E.N. et al. Airborne microplastics: a review study on method for analysis, occurrence, movement and risks. Environ Monit Assess 191, 668 (2019). https://doi.org/10.1007/s10661-019-7842-0
[4] Cunningham et al. (2020). High Abundances of Microplastics Pollution in Deep-Sea Sediments. Evidence from Antartica and the Southern Ocean. Environmental Science & Technology, 54(21): 13661-13671.
[5]Schwabl P. Koppel S. Konigshofer P. Bucsics T. Trauner M. Reiberger T. Liebmann B. (2019). Detection of Various Microplastics in Human Stool: A Prospective Case Series. Annals of Internal Medicine. DOI:10.7326/M19-0618
[6]Svelato A. et al. (2021). Plasticenta: First Evidence of Microplastics in Human Placenta. Environment International. Vol 146. https://doi.org/10.1016/j.envint.2020.106274
[7] Lamoree M. H. et al. (2022). Discovery and Quantification of Plastic Particle Pollution in Human Blood. Environment International. Vol 163. https://doi.org/10.1016/j.envint.2022.107199
[8] Sadofsky L.R. et al. (2022). Detection of Microplastics in Human Lung Tissue using µFTIR Spectroscopy. Science of The Total Environment. Vol 831. https://doi.org/10.1016/j.scitotenv.2022.154907
[9]Rizqiyah, Z. (2022). Identifikasi Morfologi, Kelimpahan Dan Polimer Mikroplastik Pada Air, Sedimen Dan Daging Ikan (Mystus Nigriceps, Moolgarda Seheli Dan Chanos Chanos) Di Tiga Muara Bengawan Solo. Gastronomía Ecuatoriana Y Turismo Local., 1(69), 5–24.
[10] Budiarti E.C. (2021) Identifikasi Mikroplastik pada Feses Manusia. Ecoton: Environmental Pollution Journal. Vol 1: No.2 Juli 2021 page: 84-100