Tim Ekspedisi Sungai Nusantara (ESN) bersama Aliansi Peduli Musi kembali menyelusuri kondisi Sungai Musi, Palembang. Kali ini, ditemukan beberapa jenis ikan yang telah terkontaminasi mikroplastik. Tercatat setidaknya empat jenis ikan yang dianalisis mengandung mikroplastik di dalam lambungnya, yakni ikan seluang (Rasbora daniconius), Lampam (Barbonymus schwanenfeldii), sapil atau tembakan (Helostoma temminkii), dan ikan Belanak (Mugil SP).
Seperti diungkapkan Peneliti Lembaga Ekologi dan Konservasi Lahan Basah (Ecoton), Prigi Arisandi bahwa pencemaran mikroplastik di Sungai Musi merupakan kadar tertinggi dibanding sungai-sungai lain di Pulau Sumatera. Dari hasil pengukuran kualitas air, beberapa parameter seperti klorin dan fosfat di temukan sudah melebihi baku mutu sesuai PP 22 tahun 2022 tentang penyelenggaraan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Kandungan klorin sebesar 0.18 ppm melebihi baku mutu sebesar 0.03 ppm dan fosfat sebesar 0.70 melebihi baku mutu sebesar 0.2 ppm untuk sungai yang di gunakan sebagai bahan baku air PDAM.
Sampel ikan tersebut diambil dari Pasar Ikan di bawah Jembatan Musi 2 pada Minggu (17/7) lalu. Kemudian dari hasil analisis di Laboratorium Mikroplastik Ecoton di Gresik, menunjukan bahwa kandungan mikroplastik di tiap ikan berbeda-beda. Untuk Ikan seluang terkandung lima Partikel Mikroplastik (PM) per ekor, 7PM per ekor ikan sapil, 10 PM per ekor lampam, dan 13-14 PM per ekor ikan belanak. Adapun jenis mikroplastik yang ditemukan adalah fiber atau benang serat, filament, serta granula.
“Dengan ini ditegaskan bahwa Sungai Musi dalam kondisi kritis, atau darurat sampah plastik, sebab apabila dibiarkan akan mengancam kesehatan manusia, mengingat air Sungai Musi digunakan sebagai bahan baku PDAM,” tegasnya.
Selain pengukuran kualitas, Tim Ekspedisi Sungai Nusantara juga melakukan brand audit atau melihat merk yang di temukan di sungai Musi. Dari brand audit di temukan produk dari perusahaan wing surya paling banyak di temukan, kemudian Unilever dan Indofood, terang Putri ayu Miranda(21 tahun) mahasiswa jurusan hubungan Internasional Universitas Sriwijaya yang ikut dalam penelitian. Aliansi Peduli Musi terdiri dari komunitas pencinta alam K9, Spora Institute, Telapak sumsel dan BEM FISIP UNSRI. Aliansi ini didirikan karena keprihatinan terhadap masalah yang terjadi di sungai Musi serta ikut partisipasi dalam kegiatan Ekspedisi Sungai Nusantara yang dilakukan oleh yayasan ECOTON. Amirudin dari yayasan ECOTON yang ikut dalam Ekspedisi Sungai Nusantara mengatakan kalau kandungan klorin dan fosfat yang sudah di atas baku mutu menunjukkan kalau sungai Musi belum menjadi perhatian serius dari pemerintah pusat. Limbah industri dan aktivitas perkebunan yang ada di sungai Musi di mungkinkan menjadi penyumbang terbesar terjadinya pencemaran di sungai Musi. Tambah Amiruddin.

Sedangkan menurut Mulyana Santa (22 tahun) relawan Spora Institute, mengatakan kalau banyaknya sampah yang di temukan karena belum adanya fasilitas dan sistem pengangkutan sampah yang baik. Sehingga masyarakat banyak membuang sampahnya ke sungai Musi. “Masyarakat sebaiknya perlu di berikan informasi dan pendidikan lingkungan supaya masyarakat lebih sadar, Selain itu juga fasilitas tempat sampah yang memadai perlu di sediakan oleh pemerintah kota Palembang supaya masyarakat tidak buang sampah sembarangan ke sungai. Sampah yang di buang ke sungai akan terfragmentasi atau pecah menjadi serpihan mikroplastik, dari penelitan tim Aliansi Peduli Musi dan tim ekspedisi sungai Nusantara menunjukkan bahwa partikel mikroplastik sudah di temukan di sungai Musi dan ini berbahaya jika terkonsumsi,” tambah Santa.
Hariansyah usman dari Perkumpulan Telapak bagian sumsel mengatakan kalau seharusnya pemerintah pusat lebih serius dan memberikan sanksi yang tegas bagi industri yang memcemari sungai Musi. Sungai Musi merupakan bahan baku air bersih PDAM Palembang, sehingga sungai Musi merupakan bagian penting bagi kehidupan masyarakat Palembang. Hariansyah usman mengatakan kalau produsen harusnya juga ikut bertanggung jawab atau EPR (Extended Producer’s Responsibility) terhadap sampah yang mereka hasilkan sesuai dengan amanat UU No 18 tahun 2008 tentang pengelolaan sampah. “Dengan adanya peraturan ini sebenarnya pemerintah kota palembang dan provinsi Sumatera Selatan bisa mendorong Produsen untuk ikut menyediakan fasilitas pengolahan sampah, sehingga bukan hanya masyarakat yang di salahkan dalam permasalahan sampah di kota palembang,” pungkas Hariansyah Usman.