Jakarta (28 Juli 2022) – Aliansi Zero Waste Indonesia (AZWI) dan anggotanya, Indonesian Center for Environmental Law (ICEL) menggelar diskusi publik berjudul “Perjanjian Internasional tentang Plastik: Peluang Solusi terhadap Plastik Sekali Pakai” secara hybrid di Shangri-La Hotel Jakarta dan platform Zoom dan YouTube. Diskusi ini sebagai respons terhadap resolusi PBB terbaru yang disepakati dalam forum UNEA 5.2 yang digelar Februari – Maret 2022 silam, dimana perjanjian internasional ini akan menjawab persoalan pencemaran plastik dari hulu hingga ke hilir.
Dalam diskusi ini, Ujang Solihin Sidik, selaku Kepala Subdirektorat Tata Laksana Produsen, Direktorat Pengurangan Sampah, Direktorat Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah dan Bahan Beracun Berbahaya (PSLB3), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyampaikan Direktorat PSLB3 akan berperan sebagai national focal point (NFP) dan memiliki andil yang besar dalam proses negosiasi perjanjian internasional untuk mengakhiri pencemaran plastik. “Hingga saat ini, Pemerintah Republik Indonesia belum menentukan posisi apapun menjelang pertemuan Intergovernmental National Committee (INC) yang akan digelar di Uruguay pada November mendatang. Namun demikian, secara umum Pemerintah Republik Indonesia mendukung penuh resolusi ini karena beririsan juga dengan Peraturan Perundang-undangan mengenai pengelolaan sampah, khususnya Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. 75 Tahun 2019 tentang Peta Jalan Pengurangan Sampah Oleh Produsen,” ujar Pak Uso, begitu ia disapa.
Pengajar Hukum Internasional, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Hadi Rahmat Purnama, menegaskan dalam proses negosiasi perjanjian internasional, Indonesia harus melihat kepada kepentingan nasional di saat ini dan di masa depan dalam menghadapi persoalan polusi plastik ini. “Persoalan jurang teknologi dalam penanganan sampah plastik, seperti kesiapan sumber daya manusia dan ekonomi antara negara berkembang dan negara maju perlu menjadi perhatian Indonesia dalam proses negosiasi,” tambahnya.
Berkenaan dengan upaya pengurangan sampah plastik, masalah sampah plastik yang berasal dari kemasan pangan olahan menjadi perhatian. Ema Setyawati, Plh. Direktur Standardisasi Pangan Olahan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menyampaikan berdasarkan Undang-Undang No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan disebutkan mengenai kewajiban penggunaan bahan kemasan pangan yang tidak membahayakan kesehatan manusia. “Dengan memegang prinsip itu dan sebagai dukungan Badan POM dalam upaya pengurangan sampah pasca konsumsi pangan, khususnya untuk plastik sekali pakai, penggunaan kemasan pangan guna ulang dan kemasan pangan dari bahan daur ulang diperbolehkan dengan catatan dapat memenuhi persyaratan keamanan sesuai regulasi,” jelas Ema.
Dalam perannya untuk mendukung perjanjian internasional terhadap plastik, Fajri Fadhillah, Kepala Divisi Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Indonesian Center for Environmental Law (ICEL) menyampaikan lima rekomendasi dari AZWI kepada Pemerintah Republik Indonesia. “Pertama, kami merekomendasikan Pemerintah Republik Indonesia untuk memperketat produksi dan konsumsi bahan baku plastik murni. Kedua, kami juga mendorong adanya transparansi B3 dalam plastik, mikro dan nano plastik, serta penghapusan penggunaan B3 dalam plastik. Ketiga, diperlukan standarisasi terhadap kemasan dan produk guna ulang dan desain ulang. Keempat, Pemerintah Republik Indonesia juga perlu membatasi cara-cara pengelolaan sampah yang tidak berkelanjutan. Terakhir, kami juga mendukung penuh untuk perjanjian internasional tentang plastik ini mengikat secara hukum,” kata Fajri.
Sementara itu, Co-coordinator AZWI, Rahyang Nusantara, berpendapat, Aliansi Zero Waste Indonesia menganggap bahwa Pemerintah Republik Indonesia perlu untuk berperan aktif dan memiliki posisi yang kuat dalam proses negosiasi perjanjian internasional untuk mengakhiri pencemaran plastik (Global Plastic Treaty). “Kesuksesan upaya pengakhiran pencemaran plastik juga berkaitan erat dengan pembangunan ekosistem guna ulang. Perjanjian internasional ini dapat menjadi peluang untuk mengatur suatu standar yang berlaku secara internasional terhadap sistem guna ulang agar kompatibel dengan sistem perdagangan global,” pungkasnya.
******
Kontak Media:
- Fajri Fadhillah, Kepala Divisi Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan, fajri@icel.or.id , +62 812-8317-4014
- Rahyang Nusantara, Co-coordinator Aliansi Zero Waste Indonesia, rahyang@aliansizerowaste.id , +62 811-8128-842
Tentang Aliansi Zero Waste Indonesia (AZWI)
Aliansi ini merupakan sekumpulan organisasi nonprofit yang terdiri dari Yaksa Pelestari Bumi Berkelanjutan (YPBB) Bandung, Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik (GIDKP), Nexus3 Foundation, Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup (PPLH) Bali, Ecological Observation and Wetlands Conservation (Ecoton), Indonesian Center for Environmental Law (ICEL), Nol Sampah Surabaya, Greenpeace Indonesia, Gita Pertiwi, dan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Eksekutif Nasional. AZWI mengkampanyekan implementasi konsep Zero Waste dalam rangka pengarusutamaan melalui berbagai kegiatan, program, dan inisiatif Zero Waste yang sudah ada untuk diterapkan di berbagai kota dan kabupaten di Indonesia dengan mempertimbangkan hirarki pengelolaan sampah, siklus hidup material, dan ekonomi sirkuler.
Tentang Indonesian Center for Environmental Law (ICEL)ICEL merupakan organisasi non pemerintah yang bekerja untuk terwujudnya keadilan lingkungan yang berbasis nilai-nilai demokrasi, HAM, keadaban, keberlanjutan, negara hukum (rule of law), dan tata kelola pembangunan berkelanjutan yang baik (good sustainable development governance). Dalam menjalankan cita-cita tersebut ICEL menjalankan advokasinya melalui penelitian, pengembangan kapasitas, advokasi kasus dan pengelolaan pengetahuan. Kerja-kerja pembaharuan ICEL dilakukan dengan berbasiskan bukti.