Pada tahun 2021, tim peneliti dari Italia menemukan fakta bahwa mikroplastik sudah ada di dalam plasenta manusia. Mereka menemukan 12 fragmen mikroplastik pada empat dari enam plasenta. Baru-baru ini, penelitian yang diterbitkan Polymers juga mendeteksi mikroplastik dalam ASI manusia untuk pertama kalinya.
Mikroplastik adalah potongan plastik yang sangat kecil dan dapat mencemari lingkungan. Meskipun ada berbagai pendapat mengenai ukurannya, mikroplastik didefinisikan memiliki diameter yang kurang dari 5 mm.
Terdapat dua jenis mikroplastik, primer dan sekunder. Mikroplastik primer sengaja dibentuk industri yang biasa disebut microbeads untuk produk tertentu seperti kosmetik, pasta gigi, sabun, dan deterjen. Mikroplastik sekunder berasal dari plastik ukuran besar yang telah terdegradasi alam menjadi partikel lebih kecil.
Dilansir The Guardian, 7 Oktober 2022, para peneliti mengambil sampel ASI dari 34 ibu sehat, seminggu setelah melahirkan di Roma, Italia. Mikroplastik terdeteksi pada 75 persen di antara mereka. Plastik sering mengandung bahan kimia berbahaya, seperti ftalat, yang telah ditemukan dalam ASI sebelumnya.
Penelitian menemukan mikroplastik yang terdiri dari polietilen, PVC, dan polipropilen. Para peneliti tidak dapat menganalisis partikel yang lebih kecil dari 2 mikron dan partikel plastik yang lebih kecil kemungkinan ada. Sampel ASI dikumpulkan, disimpan dan dianalisis tanpa menggunakan plastik dan sampel kontrol juga diproses untuk menyingkirkan kontaminasi.
Bagaimana Mikroplastik Bisa Masuk ke dalam ASI?
Para ilmuwan mencatat makanan dan minuman yang dikonsumsi ibu hamil dalam kemasan plastik dan makanan laut, serta penggunaan produk kebersihan pribadi yang mengandung plastik. Akan tetapi mereka tidak menemukan korelasi dengan keberadaan mikroplastik. Menurut para peneliti ini menunjukkan bahwa mikroplastik ada di mana-mana.
“Jadi bukti keberadaan mikroplastik dalam ASI meningkatkan kepedulian kami terhadap populasi bayi yang sangat rentan,” kata Dr Valentina Notarstefano, dari Università Politecnica delle Marche, di Ancona, Italia, seperti dikutip dari Kompas.
Sementara itu faktor risiko mikroplastik spesifik tidak diidentifikasi dalam penelitian kecil ini. “Kami ingin menyarankan wanita hamil untuk lebih memperhatikan menghindari makanan dan minuman yang dikemas dalam plastik, kosmetik dan pasta gigi yang mengandung mikroplastik, dan pakaian yang terbuat dari kain sintetis,” kata Notarstefano.
Dampak Mikroplastik dalam Tubuh Manusia
Sementara itu, Peneliti ECOTON Eka Chlara Budiarti menyebutkan permasalahan mikroplastik dalam tubuh manusia bukan hanya terjadi sekali. Sebelumnya pada tahun 2019, ECOTON sudah pernah melakukan penelitian terhadap sekitar 40 sampel feses (tinja) manusia dari berbagai daerah di Bali dan Jawa. Hasilnya, tidak satu pun sampel yang diteliti bebas dari kontaminasi mikroplastik.
Alumni Universitas Diponegoro Semarang ini mengungkap bahwa mikroplastik dapat berdampak buruk bagi lingkungan dan kesehatan. Sejak awal 2021, Ecoton bersama tim relawan juga telah melakukan uji sampel air sungai di Indonesia dan melihat kandungan mikroplastiknya. Sampel yang diambil di Sulawesi, Kalimantan, Sumatera, Nusa Tenggara dan Jawa menunjukkan semua mengandung mikroplastik.
Padahal, air sungai merupakan sumber bahan baku untuk PDAM. Hal ini tentunya sangat berbahaya, sebab belum ada teknologi screening mikroplastik yang digunakan untuk memeriksa kualitas air di PDAM.
“Kandungan mikroplastik di lingkungan pada gilirannya akan masuk ke dalam rantai makanan, melalui air, ikan, wadah plastik yang kita gunakan, lalu juga oleh udara yang kita hirup, potensi mikroplastiknya itu dari sisa-sisa pembakaran sampah. Pada akhirnya masuk ke dalam tubuh manusia,” urainya.
Tak hanya itu, menurut Chlara, mikroplastik juga bersifat layaknya transporter, memiliki kecenderungan mengikat bahan-bahan lain seperti limbah, logam berat, deterjen, pestisida, dan racun yang membahayakan lingkungan dan kesehatan manusia. Mikroplastik masuk dalam kategori EDC (Endocrine disruption Chemical) bahan kimia pengganggu hormon.
Sebelumnya, AZWI juga pernah mewawancarai salah satu Ahli Patologi Klinik Dokter Raja Iqbal Mulya Harahap. Dia menyebutkan, bahaya mikroplastik yang berada di dalam tubuh manusia mungkin tidak akan terasa secara langsung. Namun, jika mikroplastik ini terakumulasi dalam jangka waktu yang lama, tidak menutup kemungkinan akan berakibat fatal pada organ tubuh manusia.
“Pada jumlah tertentu, mikroplastik bersifat antigenik yang memicu proses peradangan kronis pada tubuh manusia. Apalagi jika manusia tersebut memiliki kerentanan genetik, ini bisa menjadi salah satu faktor pemicu resiko penyakit kanker dan autoimunitas. Kita ketahui saat ini penyakit autoimunitas meningkat secara cepat, bisa jadi faktor pemicunya dari mikroplastik yang berukuran kecil (microbeads),” pungkasnya. (Kia).