Sebagai salah satu bentuk perwujudan pemuda dan pemudi yang merdeka di hari Sumpah Pemuda, Aliansi Zero Waste Indonesia (AZWI) bekerja sama dengan Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup (PPLH) Bali, Komunitas Nol Sampah, dan Nexus3 Foundation menggelar Webinar Nasional yang bertajuk ‘Semangat Pemuda Pemudi SMA untuk Merdeka dari Plastik Sekali Pakai’ via aplikasi zoom, Rabu (28/10/2020).
Webinar ini menghadirkan sejumlah narasumber dari perwakilan Sekolah Menengah Atas (SMA) atau sederajat di antaranya, Siti Nuryani (Guru SMA Katolik Soverdi Badung), Siti Mutmainah (Guru SMAN 1 Driyorejo Gresik), serta Angelika Azharani Hermanto (Siswi SMAN 6 Bekasi) yang berbagi pengalaman sukses mereka dalam membangun karakter guru, murid dan warga sekolah dalam pengurangan sampah plastik sekali pakai.
Tak hanya itu, ada pula sosok inspiratif lainnya seperti Setiawati (DLH Kota Bogor) dan Adithiyasanti Sofia (GIDKP) yang menjadi penanggap dalam webinar tersebut. Keduanya membagikan pengalaman lembaga masing-masing dalam menjalin kerjasama lintas pihak mengatasi persoalan sampah.
Akar Permasalahan Sampah Plastik
Sampah plastik selalu menjadi masalah utama dalam pencemaran lingkungan baik pencemaran tanah maupun laut. Sifat sampah plastik tidak mudah terurai, proses pengolahannya menimbulkan toksik dan bersifat karsinogenik, butuh waktu sampai ratusan tahun bila terurai secara alami.
Untuk pencemaran di laut, Indonesia merupakan penghasil sampah plastik laut terbesar kedua di dunia. Penelitian dari UC Davis dan Universitas Hasanuddin yang dilakukan di pasar Paotere Makassar menunjukkan 23 persen sampel ikan yang diambil memiliki kandungan plastik di perutnya.
“Dari data PBB, 80 persen sampah laut adalah plastik, dan bahkan ada juga yang memprediksi 50 tahun ke depan jumlah sampah plastik di laut itu akan lebih banyak daripada ikan,” ujar Kepala seksi kemitraan dan peningkatan kapasitas DLH Kota Bogor, Setiawati.
Setiawati juga mengungkapkan setiap tahun ada sekitar 13 juta ton plastik yang masuk ke lautan. Kira-kira, jika dihitung rata-rata, ada sekitar 1 truk sampah plastik yang masuk ke laut dalam setiap satu menit.
Dampak Plastik Sekali Pakai di Sekolah
Sampah plastik sekali pakai memang menjadi permasalahan yang serius, bukan hanya di lingkungan masyarakat umum, namun juga sekolah. Sebagai salah seorang guru yang tentunya menjadi pendidik generasi bangsa, Siti Mutmainah menilai sampah, khususnya plastik sekali pakai memberikan dampak pencemaran bagi lingkungan SMAN 1 Driyorejo Gresik.
Seakan mengamini hal tersebut, Angelika yang merupakan siswi SMAN 6 Bekasi juga menceritakan hal serupa yang terjadi di sekolahnya. Dia mengatakan para siswa sulit untuk menghindari plastik pembungkus makanan yang biasanya dijajakan oleh penjual makanan baik di kantin maupun lingkungan sekitar sekolah. Tak ayal sampah tersebut menumpuk seiring dengan banyaknya pemakaian dari para siswa maupun pengajar di sekolah mereka.
Berbagai Program Sekolah Memerangi Sampah Plastik
Untuk mengatasi masalah sampah plastik, setiap sekolah dan lembaga memiliki program masing-masing yang disesuaikan berdasar akar permasalahan yang ada di lingkungan mereka. Seperti SMA Katolik Soverdi Badung yang mendirikan ekstrakurikuler Bank Sampah Soverdi (BSS) sejak tahun 2013 untuk memerangi sampah plastik sekali pakai.
“Dengan adanya BSS, anak-anak lebih bersemangat memilah dan memilih sampah di Bank Sampah sekolah, bahkan saking didukungnya ekstrakurikuler ini, kami memiliki bangunan sendiri yang khusus untuk menampung apapun itu yang berhubungan dengan pemilahan sampah,” ujar Siti Nuryani.
Berbeda dengan SMA Katolik Soverdi Badung, Siti Mutmainah selaku guru SMAN 1 Driyorejo Gresik mengaku sekolahnya lebih menekankan pada gaya hidup siswa dan pengajar dengan beberapa kebijakan, diantaranya tidak boleh membawa makanan dengan kemasan plastik, melarang kantin menjual makanan dalam kemasan plastik, serta menerapkan gerakan Go Tumbler dan Makanan Sehat.
“Trik-trik yang juga kami lakukan adalah dengan cara mengumpulkan pioneer dan perwakilan kelas, untuk diberikan edukasi dengan metode terbuka dan menyenangkan disertai pemberian apresiasi,” kata Mutmainah.
“Karena pada dasarnya, siswa-siswi SMA itu kalau hanya dijejali dengan materi saja tanpa diberikan sosialisasi yang mengena kepada mereka itu sulit diterima, oleh karenanya kita melakukan pendekatan dengan permainan, misalnya main ular tangga yang temanya sampah plastik,” tambahnya.
Sementara itu, Angelika siswi SMAN 6 Bekasi, menceritakan bagaimana organisasinya yang bernama Enviro Army 6 berhasil ‘memerangi’ sampah plastik sekali pakai. Mereka mengusung dua program unggulan yakni Bekal Day dan Galonisasix. Organisasi ekstrakurikuler sekolah yang berdiri sejak 2017 lalu itu sukses mengurangi setengah produksi sampah plastik di SMAN 6 Bekasi.
“Kita mewajibkan seluruh siswa untuk membawa kotak makan mereka sendiri dari rumah, jadi kalau untuk jajan di kantin bisa pakai kotak makan itu sendiri, sehingga kita (SMAN 6 Bekasi) sudah bisa terbebas dari bungkus makanan plastik,” ujarnya.
Tak hanya itu, dengan program Galonisasix juga para siswa tidak perlu membeli air minum dalam kemasan, karena di setiap lorong kelas mereka kini sudah tersedia galon air minum isi ulang.
Menanggapi berbagai cerita para pejuang lingkungan di sekolah tersebut, Adithiyasanti Sofia dari Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik (GIDKP) mengatakan untuk merdeka dari sampah plastik sekali pakai memang dibutuhkan kerjasama, sistem, konsistensi, dan hal-hal kreatif. Sebab, hal ini sangat erat kaitannya dengan perubahan perilaku seseorang.
“Memang gak semudah membalik telapak tangan, hal ini membutuhkan waktu karena berhubungan dengan perubahan perilaku,” jelas Adithiyasanti.
Seperti yang dilakukan GIDKP, kata Adithiyasanti, mereka fokus dalam mengajak masyarakat agar lebih bijak dalam menggunakan kantong plastik. Salah satu program mereka yang menyasar edukasi warga sekolah adalah ‘Environment Challenge’.
“Dari 2016, sudah lebih dari 50 sekolah yang berpartisipasi, kami melakukan beberapa pendekatan diantaranya pembinaan di sekolah dimana kami mengajak para siswa untuk mapping isu sampah plastik sekali pakai apa yang ada di sekolah mereka,” ujar Adithiyasanti.
“Nantinya mereka akan membuat program pengurangan plastik sekali pakai berdasar ide kreatif mereka sendiri. Lalu tim sekolah yang terpilih, akan kami berikan pendanaan untuk implementasi program selama 3 bulan,” tambahnya.
Lebih lanjut, Adithiyasanti menuturkan, sejauh ini program tersebut berjalan dengan baik di beberapa sekolah. Hal ini dibuktikan dengan adanya keberlanjutan program setelah lepas dari pembinaan GIDKP. (Kia/Gho)
Untuk melihat kembali webinar ini di YouTube. Materi webinar dapat diunduh disini