Timbunan sampah plastik yang tak terurus di sepanjang aliran kali Mas, Kali Surabaya, Kali Wonokromo dan perairan terbuka di Surabaya pada musim hujan akan terbawa ke muara dan mencemari pesisir Surabaya, jika tak dikendalikan plastik terdegradasi menjadi mikroplastik dan mencemari ikan, kerang dan udang, mengancam keamanan pangan laut (seafood) yang dihasilkan nelayan dan petambak di Surabaya
”Ada tiga bahan berbahaya dalam mikroplastik yang menyebabkan problem reproduksi, berupa penurunan kualitas sperma manusia dan menopause dini,” Ungkap Eka Chlara Budiarti peneliti Mikroplastik Ecoton.
Alumni Jurusan Kimia Universitas Diponegoro ini menyarankan pengurangan konsumsi seafood yang terkontaminasi mikroplastik. “Stop makan Plastik,” ungkap Chlara.
Sampah di perairan 52% adalah sampah jenis Plastik dengan rincian (Sampah popok bayi 21%, Tas Kresek 16%, bungkus plastik 5%, botol plastik 1%, plastik lainya seperti Styrofoam, tali, senar dll mencapai 9%). Dampaknya plastik-plastik ini menjadi santapan bagi biota-biota laut yang menganggap plastik sebagai makanan mereka.
distribusi mikro di Kawasan Hilir Sungai Brantas di perairan Gununganyar Tambak muara Sungai Wonorejo, perairan Tambak Wedi dan pantai Nambangan Pantai Timur Surabaya. Jumlah mikroplastik ditemukan di perairan hilir Sungai Brantas sebanyak 25-483 Partikel/ 100 liter. Tingginya kandungan Mikroplastik di Nambangan dan Tambak wedi dimungkinkan karena banyaknya sungai yang bermuara di Tambak Wedi dan Nambangan diantaranya Sungai Tambak Wedi, Kali Keputih dan Kali Mulyorejo.
Stop Makan Plastik
Ecoton mendorong pemerintah Kota Surabaya melarang penggunaan plastik sekali pakai karena selama ini plastik sekali pakai seperti tas kresek, sachet, Styrofoam, sedotan, popok, botol minum jumlahnya semakin meningkat dan tidak bisa didaur ulang, ditambah lagi dengan tidak adanya tempat sampah sementara di tiap desa membuat masyarakat membuang sampahnya ke Bengawan Solo. Selain itu Ecoton mendorong masyarakat mengurangi dan menghentikan pemakaian plastik sekali pakai agar sampah plastik tidak membunuh biota laut dan mengganggu kesehatan manusia.
Seafood Perairan Surabaya Tercemar Mikroplastik
Akibat sampah plastik di perairan saat ini telah terjadi kontaminasi mikroplastik dalam Biota perairan yang banyak dikonsumsi masyarakat adalah udang dan kerang. Ecoton Bersama dengan mahasiswa Oseanografi Universitas Hang Tuah Surabaya pada November 2020 melakukan uji mikroplastik di dalam kerang dan udang. Hasilnya, seafood di Pesisir Surabaya telah terkontaminasi mikroplastik. Contoh udang diambil di kawasan Tambak pada stasiun 2 dan 3 sedangkan udang stasiun 3 diambil pada lepas pantai muara sungai Gunung Anyar Tambak.
Grafik 1 menunjukkan bahwa kandungan mikroplastik di lepas pantai Muara Sungai Gununganyar Tambak lebih tinggi (18 partikel mikroplastik/ekor udang) dibandingkan dengan kandungan mikroplastik di tambak.(17,8 partikel mikroplastik/ekor udang) Kondisi ini disebabkan karena lokasi tambak yang relatif terlindung dari perairan terbuka (air yang masuk kedalam tambak terkontrol sehingga mengurangi jumlah /waktu kontaminasi air dalam tambak dengan air dari laut atau sungai).
Pada grafik 2 disamping, menunjukkan jumlah mikroplastik mencapai 70-105 partikel/kerang. Tingginya kandungan mikroplastik dalam kerang membahayakan kesehatan manusia karena umumnya manusia memakan utuh kerang tanpa dibersihkan isi lambungnya sehingga semua mikroplastik dalam organ kerang semuanya akan tertelan dan berpindah ke dalam organ pencernaan manusia. Selain dalam biota dan air, Ecoton juga menemukan kandungan mikroplastik dalam garam petani di daerah Benowo dan Manyar sebesar 19-22 partikel/10 gram garam. Diperlukan revolusi perilaku untuk mengurangi jumlah sampah plastik, salah satunya dengan melakukan pengurangan pemakaian plastik sekali pakai.
Uji Mikroplastik
Untuk memastikan jenis plastik yang diamati dengan mikroskop dilakukan uji lanjutan untuk dengan menggunakan metode Fourier Transform Infra Red (FTIR) di Laboratorium Center for food and agriculture Program Studi Teknologi Pangan Fakultas Teknik Pertanian Unika Soegijapranata Semarang yang menunjukkan bahwa mikroplastik yang ditemukan di Sungai Brantas termasuk dalam jenis PET (Polyethylene Terephthalate) plastik untuk kemasan makanan dan minuman sekali pakai. PP ( polypropylene) merupakan jenis plastic yang sulit didaur ulang digunakan untuk tempat makanan/minuman, botol sirup, kotak yogurt, sedotan plastik, selotip, dan tali berbahan plastik dan PE (polyethylene) terdapat pada tas kresek.
Mikroplastik Ancaman Kesehatan Manusia
Mikroplastik merupakan serpihan plastik berukuran kecil dibawah 5 mm hingga 1 mm yang berasal dari degradasi plastik ukuran besar (tas kresek, sedotan, tali rafia, senar jaring, botol plastik dan bahan pembungkus makanan dan minuman) sumber lainnya berasal dari butiran-butiran mikro (microbeads) yang ada dalam pasta gigi, sampo, sabun lulur dan kosmetik.
Mikroplastik sangat berbahaya karena mengandung 3 bahan berbahaya dalam proses pembuatannya, yaitu:
Bisphenol A (BPA) dalam bungkus makanan berfungsi agar plastik keras, BPA mempengaruhi tingkat kesuburan dan diasosiasikan dengan disfungsi seksual antara laki-laki yang mengalami pajanan di tempat kerja. BPA juga diasosiasikan dengan kanker payudara, prostat, kanker ovarium dan kanker endometrium
Alkylphenols digunakan dalam berbagai aplikasi penghilang lemak (degreasers), adhesives, pengemulsi (emulsifiers), kosmetik, dan produk-produk perawatan tubuh. Alkylphenols menyebabkan infertilitas pada laki-laki, jumlah sperma rendah, dan mengganggu perkembangan prostat. Penelitian juga menunjukkan pajanan okupasi yang dikaitkan dengan peningkatan risiko kanker payudara pada laki-laki dan perempuan,
Phthalates adalah senyawa aditif membuat plastic menjadi fleksibel. Phthalates menurunkan tingkat testosteron dan estrogen meningkatkan gangguan kehamilan dan angka keguguran, anemia, toksemia, preeklampsia, menopause dini