Modernitas mendorong umat manusia berperilaku lebih konsumtif. Setiap hari kita membeli berbagai keperluan, mulai dari makanan minuman hingga barang yang menghasilkan sampah mulai dari tas kresek, kemasan sachet hingga sisa makanan minuman. Sebagian dari sampah tersebut adalah jenis plastik sekali pakai yang sesungguhnya dapat dihindari.
Sampah plastik sekali pakai ini sering diabaikan, padahal berdampak buruk bagi kesehatan dan lingkungan. Jenis sampah plastik yang sering kita hasilkan seperti kantong plastik (kresek), popok atau pembalut sekali pakai, styrofoam, kemasan sachet, dan sedotan plastik. Aliansi Zero Waste Indonesia (AZWI) mendorong kampanye “Ban the Big Five (5)” di berbagai tingkatan satuan pendidikan untuk mengeliminasi penggunaan kelima jenis produk berbahan plastik tersebut.
Mengapa kelima jenis produk berbahan plastik tersebut harus kita hindari? Mari simak penjelasannya berikut ini.
Kantong Plastik
Ketergantungan pemakaian kantong plastik telah menjadi isu yang menghangat di berbagai negara dalam beberapa tahun terakhir. Sampah kantong plastik dapat mencemari lingkungan dalam jangka waktu yang sangat lama. Sebuah kantong plastik membutuhkan 500-1000 tahun untuk benar-benar terurai.
Kantong plastik juga menjadi salah satu penyebab perubahan iklim utama di mana sejak proses produksi hingga pembuangan, sampah plastik melepaskan emisi gas rumah kaca cukup besar ke atmosfer. Kegiatan produksi plastik membutuhkan sekitar 12 juta barel minyak bumi dan 14 juta pohon setiap tahunnya. Pada tahap pembuangan di lahan penimbunan sampah (TPA), sampah plastik juga melepaskan emisi gas rumah kaca seperti karbon dioksida dan metana.
Dari aspek kesehatan, kantong plastik yang digunakan sebagai wadah makanan berpotensi mengganggu kesehatan manusia karena kandungan kimia beracun pada kantong plastik bisa berpindah ke makanan.
Microbeads
Kita sering menemukan butiran scrub dalam produk perawatan kulit dan kecantikan. Ternyata, butiran-butiran ini terbuat dari partikel-partikel kecil plastik yang disebut microbeads. Microbeads berfungsi sebagai eksfoliator atau membuang sel-sel kulit mati pada kulit. Ukuran normal microbeads setelah menjadi scrub biasanya berkisar kurang lebih 5 mm.
Meski berdampak baik pada kulit, sayangnya dampak dari penggunaan microbeads ini memberi pengaruh kurang baik untuk lingkungan. Hal ini terbukti dari hasil riset Lembaga Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah (ECOTON), bahwa mikroplastik (microbeads) dengan mudah mengikat bahan kimia beracun, tentunya berdampak kerusakan yang serius pada kehidupan biota laut.
Para ilmuwan di Eropa juga menyebutkan jika setiap kali kita membersihkan muka dengan produk yang mengandung scrub, maka kita turut membuang 94.500 microbeads yang bercampur bersama air limbah. Inilah alasan mengapa para ilmuwan kecantikan dan juga aktivis lingkungan mengatakan microbeads berbahaya, dan segera mendesak perusahaan kosmetik untuk menghentikan penggunaannya.
Styrofoam
Sudah bukan hal asing lagi jika styrofoam adalah salah satu produk plastik yang membahayakan baik dari lingkungan maupun kesehatan. Sayangnya, kemasan produk ini masih sering kita jumpai sebagai wadah makanan. Styrofoam dipergunakan oleh restoran cepat saji sampai ke usaha makanan minuman di pinggir jalan. Secara umum, alasan penggunaan styrofoam karena murah dan praktis.
Menurut pakar persampahan dari Institut Teknolog Bandung (ITB) Enri Damanhuri, styrofoam adalah plastik yang paling bermasalah di antara jenis plastik lainnya karena membahayakan kesehatan dan lingkungan. Styrofoam terbuat dari butiran-butiran styrene, yang diproses dengan menggunakan benzena. Benzena termasuk zat yang bisa memicu berbagai macam penyakit.
Beberapa lembaga dunia seperti World Health Organization, International Agency for Research on Cancer dan EPA (Environmental Protection Agency) menyatakan bahwa styrofoam telah dikategorikan sebagai bahan karsinogen (bahan yang dapat menyebabkan kanker).
Dari segi lingkungan, sampah styrofoam juga merupakan sampah yang sulit terurai seperti halnya sampah plastik lainnya. Namun jika jenis plastik lain dicari oleh pemulung karena bisa didaur ulang, styrofoam tidak. Selain menyebabkan pencemaran, styrofoam ternyata berkontribusi pada timbulnya efek rumah kaca. Menurut beberapa penelitian, proses pembuatan produk plastik itu masih menggunakan chloro fluoro carbon (CFC) yang menjadi penyebab efek rumah kaca.
Kemasan Sachet
Selain styrofoam dan kantong plastik sekali pakai, kemasan plastik sachet multilapis (multilayer) yang digunakan dalam berbagai produk seperti kopi instan hingga deterjen adalah hal yang harus dikurangi bahkan ditinggalkan.
Peneliti Ecoton, Eka Chlara Budiarti menyebutkan bahwa tingkat daur ulang kemasan sachet sangat rendah berbanding terbalik dengan tingkat pemakaian masyarakat yang sangat tinggi. Hasil temuan Ecoton, plastik sachet tidak diminati oleh pemulung karena kebutuhan industri daur ulang terhadap sampah sachet sangat rendah. Direktur Eksekutif Ecoton, Prigi Arisandi mengatakan bahwa sampah sachet yang terbuang ke sungai dan lautan berpotensi menjadi mikroplastik yang terakumulasi di perairan. Mikroplastik
Sedotan Plastik
Sedotan plastik dampak buruknya sama seperti jenis plastik sekali pakai lain. Hal ini karena sedotan plastik membutuhkan waktu lama untuk terurai. Sam Athey, peneliti polusi plastik dari Plastic Ocean Project menyebutkan butuh sekitar 200 tahun bagi sedotan plastik polypropylene untuk rusak di bawah kondisi lingkungan normal.
Pemakaian sedotan plastik di Indonesia termasuk yang tertinggi di dunia. Data yang dikumpulkan oleh Divers Clean Action pada tahun 2018 memperkirakan pemakaian sedotan di Indonesia setiap harinya mencapai 93.244.847 biji. Sedotan itu berasal dari restoran, minuman kemasan, dan sumber lain.
Selain berbahaya bagi lingkungan, sedotan juga berisiko bagi kesehatan manusia. Menurut ahli gizi, Christy Brissette, di luar dampak lingkungan negatif yang jelas, ada sejumlah alasan kesehatan pribadi untuk menghindari sedotan plastik. Minum dengan sedotan plastik dapat menyebabkan lebih banyak udara masuk ke sistem pencernaan. Kondisi ini akan meningkatkan kemungkinan bahwa kamu mengalami peningkatan gas dan kembung di perut. (Kia)