Darurat sampah plastik bukan hanya menjadi masalah di Indonesia, namun juga Global. Tak hanya jumlahnya yang kian menggunung, tetapi juga dampak mikroplastik yang mulai mengancam kesehatan, baik manusia maupun hewan.
Beberapa studi menunjukkan sampah-sampah plastik yang berukuran kecil <5 mm atau mikroplastik, semakin sulit diatasi, bahkan bisa masuk ke tubuh hewan serta manusia melalui saluran pencernaan dan pernapasan.
Baru-baru ini, partikel plastik juga ditemukan di otak tikus, dua jam setelah mengonsumsi air yang terkontaminasi. Peneliti University of Vienna menemukan bahwa mikro dan nano-plastik dapat melewati pelindung dalam sistem saraf dan berjalan langsung ke otak.
Belakangan, partikel mikroplastik telah banyak ditemukan pada berbagai sumber air, seperti laut, sungai, danau, reservoir, serta air tanah. Penelitian terdahulu berhasil mendeteksi adanya kandungan mikroplastik dalam produk konsumsi yang berasal dari badan air, seperti ikan, remis, bahkan garam dapur, yang menunjukkan bahwa keberadaan mikroplastik telah tersebar dalam berbagai ekosistem air dan telah masuk ke dalam tubuh manusia.
Di samping produk konsumsi dari badan air, tentunya dapat dinyatakan bahwa sumber air itu sendiri telah mengandung cemaran mikroplastik sehingga menimbulkan kekhawatiran yang terkait dengan konsumsi air minum oleh masyarakat. Hal ini menunjukkan bahwa pecahan plastik kecil, baik mikroplastik maupun nano plastik dapat ditemukan hampir di mana-mana dan mengkhawatirkan daripada yang diperkirakan sebelumnya.
Peneliti Ecological Observation and Wetlands Conservation (Ecoton), Rafika Aprilianti mengatakan jika saat ini mikroplastik dapat masuk ke dalam otak tikus, maka tidak menutup kemungkinan bahwa mikroplastik juga ada dalam otak manusia. Jika hal ini terjadi, maka dapat meningkatkan risiko berbagai penyakit serius. Sebab, mikroplastik sendiri mempunyai kemampuan dapat menyerap polutan, mikroba patogen dan senyawa kimia toksik lainnya yang tentu berbahaya bagi makhluk hidup khususnya manusia.
“Ketika mikroplastik termakan, terminum, atau terhirup oleh tikus, ada dua kemungkinan yang terjadi. Pertama, zat dan senyawa racun atau mikroba lain yang berada terikat oleh mikroplastik mengendap atau dikeluarkan melalui feses. Hal yang sama juga bisa terjadi kepada manusia,” ujar Rafika saat dihubungi AZWI beberapa waktu lalu.
Rafika menjelaskan, selain dapat mengikat polutan, mikroplastik sendiri juga mengandung bahan tambahan kimia yang larut, terutama jika terkena pelapukan, panas atau sinar ultraviolet. Misalnya, Bisphenol-A, adalah bahan tambahan kimia dan dikenal bahan kimia pengganggu endokrin.
“Efek jangka panjangnya dapat memicu adanya penyakit kanker, kerusakan otak, terganggunya sistem metabolisme tubuh, diabetes melitus dan penyakit bahaya lainnya,” jelasnya.
Di Indonesia sendiri, berdasarkan data Tim Ekspedisi Sungai Nusantara (ESN) pada 2022 lalu, terdapat 5 Provinsi yang memiliki kontaminasi partikel mikroplastik tertinggi. Diantaranya, yaitu Provinsi Jawa Timur ditemukan 636 partikel/100 liter, Provinsi Sumatera Utara ditemukan 520 partikel/ 100 liter, Provinsi Sumatera Barat ditemukan 508 partikel/100 liter, Provinsi Bangka Belitung 497 partikel/100 liter, Provinsi Sulawesi Tengah 417 partikel/100 liter.
Air sungai memiliki peranan vital dalam kehidupan makhluk hidup sehari-hari sebagai habitat berbagai macam organisme. Keadaan sungai di Indonesia sampai ini dinilai masih buruk karena banyak ditemukan sampah plastik di bantaran dan badan air. Hal ini yang menjadi sumber dari adanya kontaminasi mikroplastik, yaitu partikel plastik yang berukuran kurang dari 5 mm. grafik 2 menjelaskan bahwa kontaminasi mikroplastik di sungai indonesia tahun 2022 didominasi oleh :
- Fibre (Serat) 49.20 %, sumbernya dari degradasi kain sintetik akibat kegiatan rumah tangga pencucian kain, laundry dan juga limbah industri tekstil. Fibre juga disebabkan oleh sampah kain yang tercecer di lingkungan yang terdegradasi karena faktor alam (suhu, arus air dll)
- Film (Filamen) 25.60 %, berasal dari degradasi sampah plastik tipis dan lentur (kresek dan kemasan plastik Single layer SL);
- Fragment 18.60 %, berasal dari degradasi sampah plastik kaku dan tebal (kemasan sachet multilayer ML, tutup botol, botol shampo dan sabun );
- Pellet 4 %, merupakan mikroplastik primer yang langsung diproduksi oleh pabrik sebagai bahan baku pembuatan produk plastik.
- Foam 0,4 %, berasal dari degradasi setiap jenis plastik dengan struktur foam (berbusa), misalnya dari Styrofoam atau plastik lainnya meliputi poliestirena (PS), polietilena (PS) atau polivinil klorida (PVC).
Meskipun 75% orang dalam survei global mendukung larangan plastik sekali pakai, perusahaan terus meningkatkan produksi plastik. Pada tahun 2021, pasar plastik global bernilai lebih dari $590 miliar. Diperkirakan akan mencapai lebih dari $810 miliar pada tahun 2030. Jadi, sampai kapan ancaman mikroplastik ini akan berakhir? (Kia).