Setelah 8 kali ditunda, pembacaan putusan gugatan warga atas polusi udara ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat akhirnya dibacakan. Melalui diskusi terbuka AZWI Talk #14 yang dihadiri oleh Peneliti Indonesian Center for Environmental Law (ICEL) Bella Nathania, dan Researcher/Toxic Program Officer Nexus 3 Foundation Sonia Buftheim, AZWI mencoba membahas beberapa informasi mulai dari proses, tanggapan, hingga harapan.
Gerakan Inisiatif Bersihkan Udara Koalisi Semesta (Ibu Kota) yang terdiri dari 32 orang kelompok masyarakat mengajukan gugatan perdata terkait polusi udara Jakarta dan sekitarnya. Mereka menuntut pemerintah diantaranya Presiden, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Menteri Dalam Negeri, Menteri Kesehatan, Gubernur DKI Jakarta, Gubernur Jawa Barat dan Gubernur Banten. Mereka meminta pertanggung jawaban atas polusi udara Jakarta dan mengharapkan para tergugat dapat mengendalikannya.
Walaupun pembacaan putusan sempat ditunda sebanyak 7 kali dengan alasan situasi pandemi dan proses pengecekan 146 bukti yang beranak, akhirnya putusan pun dibacakan oleh hakim dan ini merupakan kabar yang cukup baik setelah penantian yang cukup panjang.
Gugatan ini menggunakan Citizen Law Suit (CLS) karena tuntutan dilakukan oleh warga Indonesia dan yang tergugat adalah pemerintah dengan alasan melakukan kelalaian atau tidak melakukan kewajiban sebagaimana mestinya. Selain itu, gugatan yang dilakukan juga bukan merupakan permintaan penggantian kerugian melainkan perubahan nyata yang dapat dilakukan pemerintah untuk menangani permasalahan tersebut.
Berikut hasil tuntutannya:
- Presiden diminta untuk merevisi PP 4199 dan mengetatkan baku mutu udara ambien sesuai dengan standar kesehatan, ilmu pengetahuan dan teknologi. Sayangnya karena PP 4199 sudah diterbitkan/direvisi akhirnya yang dikabulkan hakim hanyalah yang mengetatkan baku mutu udara ambien yang sesuai dengan standar kesehatan, ilmu pengetahuan dan teknologi. tautan
- KLHK diminta untuk melakukan supervisi pengawasan dan pembinaan dalam melakukan inventarisasi udara lintas batas. tautan
- Menteri Dalam Negeri diminta melakukan supervisi juga atau pembinaan terhadap gubernur-gubernurnya dalam rangka pengendalian pencemaran udara. tautan
- Menteri Kesehatan diminta untuk menyusun dan mengukur risiko kesehatan yang ditimbulkan oleh polusi udara. Hal itu akan menjadi dasar untuk menyusun rencana dan strategi pengendalian pencemaran udara. tautan
- Gubernur DKI Jakarta diminta uji emisi dan ada pengawasan terhadap sumber tidak bergerak, dan pengawasan dalam penyusunan perencanaan strategi pengendalian pencemaran udara. Pemerintah harus mulai dari yang paling sederhana yaitu mengetahui udara di jakarta tercemar atau tidak, di dalam rencana ini perlu melakukan inventarisasi emisi, agar tahu dari mana polusi-polusi (PLTU Banten dan Jakarta). tautan1 tautan2
- Selain itu Gubernur Jawa Barat dan Gubernur Banten juga menjadi tergugat karena PLTU atau Industri-Industri banyak yang berasal dari banten dan Jawa Barat, seperti contohnya industri baja yang ada di Banten dan polutannya terbawa oleh angin.
Meski hasil putusan telah keluar, tidak semua gugatan diterima. Ada beberapa hal seperti permintaan revisi PP 4199 yang ditolak. Selain itu, ada pula gugatan terkait dengan pelanggaran HAM yang juga tidak diterima oleh hakim meskipun nyatanya mereka sudah melanggar HAK atas lingkungan hidup dan sudah ada saksi ahli seperti Komnas HAM dalam pengajuan tuntutan tersebut.
Presiden Joko Widodo dan Tiga Kementerian Mengajukan Banding atas Putusan Pengadilan Negeri Jakarta pusat
Harapan para penggugat tidak semulus yang diharapkan, setelah kabar baik dari hakim karena dibacakannya putusan gugatan namun Presiden, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Kementerian kesehatan (Kemenkes), dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mengajukan untuk naik banding atas tuntutan yang diberikan.
Hal yang perlu ditekankan dalam gugatan polusi udara di Jakarta ini bukan semata-mata siapa yang menang dan siapa yang kalah tetapi pertanggungjawaban pemerintah untuk kebaikan seluruh warga Jakarta bahkan Indonesia dan generasi mendatang.
Sebagai salah satu lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang bergerak di bidang lingkungan khususnya dalam isu persampahan, tentunya AZWI mendukung gugatan ini karena polusi udara yang sudah semakin parah di ibukota. Peneliti ICEL Bella Nathania menyampaikan walaupun di dalam tuntutan tidak ada secara spesifik membahas isu sampah. Namun ada bagian dalam tuntutan kepada KLHK yang menyebutkan untuk tidak ada pembakaran sampah secara terbuka yang juga dikabulkan oleh hakim. Artinya, pembakaran sampah juga turut menyumbang polusi udara di Jakarta.
“Selain itu ada satu permintaan pada proses mediasi, para penggugat meminta kepada gubernur DKI Jakarta untuk menghentikan proyek insinerator atau Waste to Energy (WtE) yang ada di Sunter, sayang sekali dalam proses mediasi gubernur DKI Jakarta tidak mampu mengabulkan permintaan tersebut. Karena proyek Insinerator atau WtE adalah proyek pusat sehingga yang punya kewenangan adalah pemerintah pusat untuk membatalkan proyek itu,” kata Bella.
Tak hanya Bella, Researcher/Toxic Program Officer Nexus 3 Foundation Sonia Buftheim, juga menambahkan bahwa polusi udara memiliki banyak sumber. Diantaranya ada yang bergerak dan ada yang tidak. Seperti contoh pada hari lebaran di Jakarta, polutan masih terlihat banyak padahal aktivitas pabrik tidak ada. Ini membuktikan bahwa pembakaran terbuka juga menjadi salah satu sumber pencemaran udara di Ibukota.
“Kota Jakarta kalau di cek polutannya tinggi sekali, ternyata dari pembakaran sampah di halaman. Hal ini masih sering terjadi, maka dari itu kita harus mengingatkan jika ada yang melakukan pembakaran. Bayangkan jika banyak penduduk Jakarta melakukan pembakaran sampah di halaman berapa banyak polutan yang bisa mencemari,” jelas Sonia.
Dalam hal ini, tentu kesehatan manusia yang menjadi ancaman. Oleh karennya, baik Bella maupun Sonia menyarankan agar publik segera dapat mengantisipasi polusi tersebut. Seperti mmeriksa tingkat polusi udara secara berkala, menggunakan transportasi publik, menggunakan masker serta mengurangi kegiatan diluar jika ternyata polusi udara sedang tinggi. Tak hanya itu, seluruh warga Indonesia khususnya Jakarta juga diimbau untuk selalu mendorong dan ikut serta dalam memonitor isu ini, sebab dorongan dari publik yang dilakukan secara masif dan konsisten bisa mengubah banyak hal termasuk keputusan yang nantinya akan dilakukan oleh pemerintah. (vancher)