Rabu, 05 Oktober 2022, Gita Pertiwi bersama Aliansi Zero Waste Indonesia mengadakan webinar bertajuk “Wujudkan Sekolah Bebas Sampah Sekali Pakai“ dengan narasumber Catur Yudha Hariani selaku Direktur Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup (PPLH) Bali, Angga Alakia selaku Penyuluh Lingkungan di Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Surakarta, dan dan Titik Eka Sasanti selaku Direktur Program Gita Pertiwi sebagai moderator.
Kegiatan webinar ini diikuti oleh guru dan siswa ditingkat SD dan SMP Adiwiyata yang berada di Kabupaten Sukoharjo, Kabupaten Karanganyar, dan Kota Surakarta. Kegiatan ini diadakan dengan tujuan untuk meningkatkan pemahaman terkaitterkait 5 jenis sampah plastik sekali pakai yang harus dihindari (Ban the Big 5) dan gerakan peduli serta berbudaya lingkungan hidup di sekolah.
Sampah plastik sekali pakai masih banyak ditemui di area kantin sekolah. Pembungkus makan, sedotan, gelas plastik masih banyak digunakan di kantin sekolah. Kantin sekolah masih menjadi penyumbang sampah plastik sekali pakai di lingkungan. Beberapa sekolah memang sudah menerapkan penggunaan tumbler dan alat makan yang dibawa oleh siswanya sendiri, namun untuk pembungkus jajanan masih banyak yang menggunakan plastik kemasan.
Hal ini terbukti dari hasil riset jenis sampah bermerek di sekolah Denpasar tahun 2019 yang dilakukan oleh PPLH Bali. Terdapat beberapa nama produsen besar yang menjadi penyumbang sampah plastik kemasan, diantaranya yakni Garuda food, OT, Mayora, Indofood dan masih banyak lagi. Sedangkan untuk sampah yang tidak bermerek yakni gelas plastik, plastik bening, sendok plastik, sedotan.
Berdasarkan laporan terbaru Greenpeace berjudul “Throwing Away The Future : How Companies Still Have It Wrong on Plastic Pollution “Solutions”, sebanyak 855 miliar sachet terjual di pasar global pada tahun 2019. Dari angka itu, wilayah Asia Tenggara memegang pangsa pasar sekitar 50 persen. Diprediksi jumlah kemasan sachet yang terjual mencapai 1,3 triliun pada 2027. Dengan begitu berpotensi menjadi sampah yang sangat mencemari lingkungan.
Selaku Direktur PPLH Bali, Catur Yudha Hariani menyampaikan kegiatan yang telah dilakukan PPLH Bali untuk mengurangi pencemaran plastik sekali pakai di lingkungan sekolah yakni dengan melakukan edukasi pengurangan plastik sekali pakai kepada siswa-siswi melalui pembentukan kader STAR (Komunitas Salam Natah Rare yaitu komunitas lingkungan dan seni budaya), edukasi sebaya oleh STAR, aksi bersama, Jambore Ban The Big 5 (BTB5), dan edukasi di sekolah.
“Dalam memulai kegiatan program sekolah bebas sampah plastik sekali pakai memang harus adanya komitmen dari kepala sekolah serta dukungan dari semua warga di sekolah untuk melakukan peraturan–peraturan yang sudah dibuat. Awalnya memang akan terasa terpaksa namun setelahnya akan lebih mudah karena sudah terbiasa melakukan hal itu,” papar Catur.
Catur menuturkan, setelah pengelolaan sampah teratasi, akan lebih baik lagi jika sekolah menerapkan kantin sehat. Kantin sehat adalah fasilitas yang diberikan sekolah untuk menyediakan makanan yang sehat, bergizi, higienis dan aman dikonsumsi oleh siswa didiknya. Dalam pengelolaan kantin pengurangan penggunaan pembungkus makanan dengan plastik bisa dikurangi dengan menggunakan alternatif pembungkus makanan dari bahan alami seperti daun pisang atau daun jagung.
Sementara itu, Angga Alakia menjelaskan bahwa sekolah bebas sampah plastik sekali pakai juga harus memiliki komitmen dan aturan yang diterapkan sekolah. Seperti mengurangi sumber timbulannya yakni sampah plastik atau bungkus makanan di kantin sekolah. Adanya kemauan untuk merubah seusatu dari hulu sampai hilir, katanya, dapat membangun suasana yang mendukung di sekitar lingkungan sekolah,” jelas Angga.
Terakhir, Angga menyampaikan bahwa pengelolaan lingkungan yang bebas dari sampah tidak bisa dilakukan sendiri, melainkan harus membangun karakter di setiap individunya. Menurutnya, perilaku ramah lingkungan bagi anak anak didik tidak hanya di sekolah namun dirumah juga di rumah, yang perlu dukungan dan kerjasama dari orang tuanya. “Harapannya membangun karakter sejak dini akan masuk 50% dalam kebiasaan sehari – hari pada anak,” pungkas Penyuluh Lingkungan di Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Surakarta ini.
Sebagai informasi, Sekolah Adiwiyata adalah salah satu program Kementerian Lingkungan Hidup dalam rangka mendorong terciptanya pengetahuan dan kesadaran warga sekolah dalam upaya pelestarian lingkungan hidup. Diharapkan setiap warga sekolah ikut terlibat dalam kegiatan sekolah menuju lingkungan yang sehat dan menghindari dampak lingkungan yang negatif. (Wulan)